Kamis, 03 Juli 2014

M. NATSIR : PESAN ISLAM TERHADAP ORANG MODERN (1)



Buku saku 124 halaman, kumpulan 4 sambutan M. NATSIR.
Penerbit  Media Da’wah. Cetakan I 1982, Cetakan II 2008.

          Hari ketiga Ramadhan, saya mulai manfaatkan sistem  arisan ide. Saya ambil satu gulungan. Topiknya renungan. Wah, pas saya sedang tidak bisa khusyuk merenung. Saya pun ambil gulungan kedua. Membaca buku kumpulan sambutan M. Natsir dan menuliskan resumenya. Saya sudah mendapatkan buku ini beberapa tahun lalu pada peringatan 100 tahun M. Natsir. Belum menyempatkan diri saja membacanya. Padahal hanya sebuah buku saku dan tipis.

          Kemarin pagi saya membaca halaman-halaman awal. Oh, tidaaak! Bahasa diplomatik. Pusing. Buku ini memuat 4 buah tulisan M. Natsir yang dibacakan pada 4 peristiwa. Pertama, Pidato Utama pada Sidang ke-8 Muktamar  Alam Islamy, 1980 di Cyprus. Kedua, ceramah pada Musyawarah Umat Islam, 1976 di Pakistan. Ketiga, sambutan pada pembukaan Konferensi Islam dan Tata  Internasional Baru, 1981 di Jepang. Keempat, ceramah, 1976, di Jakarta, tentang World of Islamic Festival di London yang beliau hadiri. 

          Saya sangat tergoda untuk mengambil gulungan ketiga. Tapi saya kuatkan hati. Tak boleh! Saya harus mencoba konsisten. Bukankah salah satu tujuan sistem arisan ini untuk memaksa diri membaca buku-buku yang belum tersentuh? Jika saya menyerah dengan kerumitan bahasa dan bahasan buku tipis ini sekarang, maka kemungkinan besar saya tak akan membaca buku ini untuk selamanya. 

          

           Akhirnya, pelan-pelan saya baca. Sedikit demi sedikit. Dengan stabilo di tangan, untuk memudahkan. Mencoba menemukan intisari bahasan. Ternyata, bertebaran mutiara. Padat sekali. Buku berpenampilan sederhana ini pun penuh dengan stabilo kuning. 

         


           Dr. M. Natsir adalah salah satu tokoh politik Islam di Indonesia dan sempat menjadi menteri penerangan 3 kali ( on-off dalam rentang 1946-1950), dan Perdana Menteri Negara  Republik Indonesia pada tahun 1950. Beberapa bulan sebelum menjadi PM, 3 April 1950, dalam sidang pleno parlemen, M. Natsir menyampaikan apa yang kemudian dikenal sebagai Mosi Integral Natsir. Beliau mendorong semua pihak untuk berjuang dengan tertib. Wapres M.  Hatta menyatakan sangat terbantu dengan mosi ini, karena memulihkan keutuhan bangsa dalam NKRI, setelah sebelumnya berpola “serikat”. Mosi ini sering disebut sebagai Proklamasi Ke-2 RI.

          Sebagai Perdana Menteri, Natsir menentukan kabinet. Artinya, pengaruh beliau terhadap roda kehidupan negeri ini saat itu cukup signifikan. Tak lama menjadi PM, 26 April 1951 beliau mundur, karena berselisih paham dengan Presiden Sukarno tentang Islam sebagai ideologi. Bung Karno mendukung sekularisasi Mustafa Kemal Ataturk di Kesultanan Utsmaniyah (Turki). Sementara Natsir justru menyayangkan itu dan menunjukkan efek sekularisme. 

          Setelah tak menjadi PM, Natsir semakin lantang menyuarakan Islam. Kiprah di usia lanjutnya, selain mendirikan Dewah Dakwah Islamiyah Indonesia, beliau sempat menjadi Presiden World Muslim Congress dan menjadi ketua Dewan Masjid sedunia. Beliau juga termasuk salah satu penandatangan Petisi 50 pada tahun 1980.

          Informasi tentang M. Natsir di atas saya dapat dari beberapa sumber lain. Alhamdulillah, membaca sepak terjang beliau membuat saya lebih mudah memahami apa yang beliau sampaikan pada 4 tulisan di buku ini. 

          Saya  mencoba menyampaikan apa yang saya pahami dari tulisan beliau. Situasi tentu telah berubah selama 30-an tahun ini. Semoga saya tidak keliru dalam merajut informasi dari buku dan memori situasi dari pelajaran sekolah maupun berita utama media masa itu.

          Pertama. Pidato di Cyprus tahun 1980, Dunia Islam Berhadapan dengan Dunia Modern. Situasi dunia pada tahun-tahun itu sedang berubah dengan cepat. Dari 2 kubu (Amerika-Rusia, demokratis-komunis) sebagai pusat penguasa, menjadi banyak kubu koalisi baru, bertebaran serpihan karena menolak pengendalian terpusat. Antar negara berselisih paham. Sedihnya, mayoritas menimpa negara-negara muslim yang saat itu mayoritas merupakan negara muda.

          Bidang politik dan ekonomi menjadi primadona. Sekjen PBB Dr. Kurt Waldheim sendiri menyatakan, “Telah terjadi pergeseran mendadak dalam kesetimbangan politik, dalam berbagai bidang kekuasaan, baik ekonomi, politik, maupun keagamaan...”

          Dari sini, dapat disimpulkan bahwa secara potensial, bentuk dunia di masa depan tak akan ditentukan oleh satu negara besar saja, pun bukan oleh negara-negara barat saja,melainkan akan turut dipengaruhi oleh negara-negara yang kini masih mengembangkan potensialitasnya masing-masing.

          Ketika semua pihak fokus pada perubahan politik dan ekonomi, M. Natsir mengajak semua pihak memikirkan satu aspek lain yang juga berubah, dan sama vitalnya: Jiwa nan berubah-ubah dari Peradaban ( The Changing Mood of Civilization ). “Dalam waktu yang relatif singkat untuk skala sejarah, masyarakat sedang bergeser ke arah sistem nilai baru, atau lebih tepatnya ke satu sistem tanpa sesuatu nilaipun.” Salah satu wujudnya adalah, pemujaan yang berlebihan terhadap kebebasan individu, sebagai interpretasi dari Hak-hak Asasi Manusia, dengan mengabaikan kewajiban dan tanggung jawab yang pokok-pokok.

          Di sisi lain, bangsa-bangsa muslimin yang kebanyakan baru merdeka, justru sedang berusaha keras memodernisir diri. Berusaha melepaskan diri dari segala penderitaan dan kekurangan dalam kehidupan tradisional kuno mereka. Alternatif-alternatif yang terlihat ada dari dua kubu berseberangan. Sehingga sering ditemukan indikasi pengaruh liberal maupun sosialisme sedang bertanding dalam benak pemimpin-pemimpin mereka. Untungnya kita mempunyai agama yang memiliki garis-garis pedoman universal dan petunjuk yang abadi.

          M. Natsir menyitir 2 ayat dari Al Qur’an. QS Ali Imran ayat 112, yaitu bahwa Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian)  dengan manusia. *”Mereka”  di sini, pada sebuah Qur’an tafsir, disebut eksplisit sebagai Yahudi, pada terjemahan yang lain, Ahli Kitab.

          Sedangkan dari QS Al Baqarah ayat 143, dan demikianlah pula kami telah jadikan kalian (ummat Islam) ummat jalan tengah dan pilihan, agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) kalian.
Kedua ayat ini digunakan untuk mengajak Muktamar Alam Islami, sebagai organisasi rakyat, selalu mengemukakan pandangan dan pendirian rakyat berkaitan dengan aspek yang menyinggung ummat, baik itu bersifat politik, ekonomi, maupun kultural. Dengan mengutarakan segi pandangan Islam terhadap aspek hidup yang berlain-lainan, diharapkan dunia dapat memperoleh suatu gambaran benar dan tepat dari prinsip-prinsip sosial yang wajib kita pelihara.

          Muktamar ini hanya mengabdi kepada ummat, tidak menuntut kepemimpinan. Hanya mengingatkan bahwa di atas segala perselisihan, kita adalah bersaudara.

Bersambung... (Tulisan ini saya bagi tiga. Semoga lebih memudahkan bagi yang membaca.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar