Senin, 02 Maret 2015

Belajar Menulis ala Wartawan Tempo



Enak dibaca dan perlu. Jargon yang sangat melekat pada Majalah Tempo. Sesuai betul motto dan isi. Karena itu, ketika mendapat informasi ada pelatihan menulis artikel yang dibimbing oleh wartawan majalah berita legendaris ini, saya langsung meluangkan waktu. Saya ingin tahu bagaimana jurnalisnya membuat tulisan.

Mas Bagja Hidayat adalah wartawan Tempo yang menjadi pembicara pelatihan. Acara diselenggarakan ikatan alumni ITB angkatan 89, Sabtu 28 Februari 2015. Bertempat di gedung FMIPA, program studi Farmasi, Universitas Pakuan, Bogor. Saya hadir pukul 08.00 s.d. 14.00. Materi selama waktu itu saya tuliskan disini. Selain untuk memperkuat ingatan, juga sekaligus ajang praktikum. Apalagi mas Bagja menekankan bahwa hanya satu kunci agar mahir menulis. LATIHAN!  Perbanyak latihan. Dan, berkesinambungan.

Setiap kali menulis, setiap saat itu pula kita belajar. Semakin banyak menulis, semakin berlimpah pelajaran yang dikuasai. Bahkan seorang Goenawan Muhammad pun, saat  menulis Catatan Pinggir, menyiapkan materi seperti pemula. Untuk kolom sepanjang 1 halaman,  beliau memerlukan waktu setidaknya 5 jam. Padahal kita membaca hasil tulisannya tak sampai 10 menit. Sekitar 2 jam pertama, pak GM akan membaca ulang beragam informasi penunjang topik yang dibahas. Setelah itu baru beliau menuliskannya. Kisah ini disampaikan mas Bagja sebagai motivasi bagi kami. Tak perlu gundah, karena menuliskan ide tak selalu mudah.

Artikel yang baik adalah tulisan yang jelas dan ringkas. Tulisan seperti ini cirinya pasti, fokus.  Artinya, intisari yang dibicarakan harus tertangkap pembaca. Cara mencapainya ditentukan oleh pemilihan angle. Sudut pandang. Ini yang akan menjadi pembeda. Di dunia ini tak ada yang baru. Perbedaan akan diperoleh dari bagaimana penulis melihat sesuatu, dan bagaimana dia menyampaikannya.

Merumuskan sudut pandang, bisa melalui teknik paling kuno dari jurnalistik tapi sampai sekarang masih valid, yaitu membuat daftar pertanyaan sesuai prinsip 5 W + 1 H.  Who, What, When, Why, Where, dan How. Jika perlu, buat sampai 200 pertanyaan. Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itulah yang akan menjadi isi tulisan kita. Pikirkan semua pertanyaan yang mungkin muncul di benak pembaca. Tulisan yang baik, isinya memberi jawaban atas apapun pertanyaan yang terpikir oleh pembaca.

Agar pertanyaan-pertanyaan itu bisa keluar dari benak, seorang penulis harus mempunyai sikap curious dan skeptis. Selalu penasaran atas apapun, dan tak mudah puas menerima apapun. Sikap ini dapat diterapkan untuk menulis berbagai genre. Tak hanya untuk berita.

Pertanyaannya, sampai seberapa detil tulisan itu perlu dibuat? Seberapa jelas penjelasan perlu disampaikan? Cara memeriksanya cukup mudah. Setiap informasi yang tampil harus relevan terhadap sudut pandang yang sudah ditentukan di awal.  

Sekian banyak pertanyaan telah diajukan, sementara yang dituliskan hanya yang relevan dengan sudut pandang. Apakah ini tak akan menjadi mubazir? Tidak. Sama sekali tidak. Dengan informasi yang berlimpah, penulis justru bisa memilah-milah. Dari rencana menuliskan satu artikel dengan sudut pandang tertentu, kini bisa saja berkembang biak. Menghasilkan tulisan lain dengan sudut pandang berbeda, atau topik berbeda, atau menjadi pemicu ide pengumpulan informasi lainnya. Oya, dengan pengetahuan lebih banyak, penulis akan lebih utuh menangkap situasi dari tema yang akan dia tuliskan.

Jenis tulisan dapat dikategorikan seperti berikut:
a.      Hardnews
b.      Newstory
c.       Features
d.      Opini, editorial
e.       Esai, kolom
f.       Ruang tafsir.

Point a sampai e adalah wilayah jurnalistik, sedangkan f masuk kelompok sastra (prosa/puisi). Dari 5 jenis tulisan jurnalistik, point a dan b milik eksklusif wartawan. Penulis umum bisa masuk di point c, d, dan e. 

Features istilah untuk liputan human interest. Cara penyampaiannya naratif (bertutur). Lebih bersifat menghibur daripada memberi informasi. Salah satunya adalah tulisan tentang hasil perjalanan.

Opini bukan reportasi, karena tak sekedar menyampaikan informasi, melainkan ada gagasan di dalamnya. Karena itu, gagasan harus terlihat lebih dahulu, pemaparan data tidak utama. Jika plot reportasi adalah info yang disampaikan secara adegan demi adegan, maka plot opini lebih ke penyampaian gagasannya. Info yang disertakan akan mengikuti sikap dari gagasannya itu.

Jika tadi kita sudah mengetahui tentang jenis tulisan, selanjutnya kita perlu memahami kriteria berita. Artinya, bagaimana sesuatu bisa kita terima sebagai berita.

-          Magnitude. Skala informasi. Tsunami Aceh jauh lebih besar dibandingkan pencurian sepeda motor di pasar, misalnya.
-          Tokoh. Bersepeda di jalur Car Free Day yang saya lakukan biasa saja, tapi ketika presiden yang melakukan, menjadi berita.
-          Proximity. Kedekatan masalah dengan pembaca. Efek kenaikan harga BBM, contohnya. Semua lapisan masyarakat merasa terkena imbasnya.
-          Aktual. Masih hangat dibicarakan publik.
-          Relevan
-          Tren. Menulis tentang batu akik hari ini pasti dibaca orang banyak.
-          Unik. Buku Blackswan-nya Malcolm Goldwell bisa dijadikan contoh.
-          Dramatik 

Cukup memenuhi satu saja kriteria di atas, sesuatu bisa menjadi berita.

Sebuah artikel yang baik secara fisik memuat judul, lead, bridging, isi, dan ending. Penyebutan ini secara berurut menyatakan posisinya dalam tulisan, dan besar porsinya dalam hal menarik minat pembaca. Hal ini tak berkaitan dengan jumlah tulisannya. Sebagai ilustrasi, tulisan 1 halaman majalah setara dengan sekitar 4500 karakter (termasuk spasi), atau sekitar 13 alinea (@ 35-40 kata). Lead cukup 1-2 alinea, bridging 2 alinea, isi 10 alinea, ending 1 alinea/kalimat. 

Menulis kalimat juga tak perlu panjang-panjang. Satu kalimat cukup 9-12 kata. 1 alinea, cukup 3-4 kalimat.

Mas Bagja menjelaskan satu demi satu. Lead adalah pintu masuk dan setting cerita. Hindari banyak koma dan angka. Pernyataan lead bisa berupa deskriptif, naratif, kesimpulan, atau bahkan pertanyaan. Lead sangat penting. Pembaca akan memutuskan melanjutkan atau berhenti membaca dari lead ini. Bridging, sesuai namanya, menjembatani lead dan isi. Isi adalah pemaparan pokok pikiran secara keseluruhan. Ending bisa putus, melingkar, atau kesimpulan, dalam kaitannya dengan bagian pembukaan. Judul harus menarik, penting, dan relevan dengan isi. Cukup 3-4 kata. Sifat judul harus anekdotal, parodi, sebagai etalase, dan memikat karena membangkitkan keingintahuan pembaca. Jika sudah terbuat judul, jangan lupa cek ulang. Jika menjadi seperti judul jurnal, jangan ragu menggantinya.

Dari sisi bahasa, artikel sebaiknya memakai kalimat aktif. Selain itu, setiap kalimatnya memenuhi unsur S – P – O – K. Juga, sesegera mungkin tampilkan pokok kalimat. Selengkap apapun infomasi yang kita sampaikan.

Artikel populer ditujukan kepada siapa saja. Ke arah siapa saja. Karena itu, semakin sederhana, akan semakin mudah dicerna. Kalimat dan istilah juga tak perlu rumit. Semua itu agar tulisan kita menghibur. Perlu diingat pula, pembaca artikel populer ingin tuntas membaca dalam satu kali duduk. Tak perlu panjang-panjang. Toh jika artikel kita baik, pembaca akan menceritakannya lagi kepada orang lain. 

Beberapa tips.

-          Selalu setia kepada angle/sudut pandang.  Jika angle-nya tajam, maka tulisan akan fokus. Karenanya, pembaca akan dapat menangkap gagasan yang disampaikan.

-          Saat mau menulis, siapkan dulu daftar pertanyaan. Karena ini akan mengantar kita berpegang pada plot yagn direncanakan. Tulis dulu semua, baru nanti diedit.

-          Tak perlu peduli perspektif orang lain atas tulisan ataupun gagasan kita. Tujuan kita menulis adalah menyampaikan perspektif kita. Itu saja.

Saat saya membaca ulang catatan saya selama pelatihan, saya takjub sendiri. Catatan di buku tak bergaris ini rapi. Tulisan saya tak naik turun, dan huruf-hurufnya konsisten. Apa artinya? Saya tidak mengantuk! Berarti saya sangat menikmati paparan demi paparan mas Bagja. Dari semua penjelasannya, saya hanya berkesimpulan satu, jargon majalah Tempo tak sekedar kata-kata, tetapi sudah terinternalisasi dalam setiap helaan nafas para punggawanya. Salut. 
 

Minggu, 01 Maret 2015

Kerja Cerdas atau Kerja Cerdik?

Libur kenaikan kelas tahun ini, Amira mulai dengan sebuah proposal. Dia ingin Smartphone. Hadeuh...
Di sisi lain, saya sedang ingin mempunyai copy dari buku The Analects of Confucius. Saya coba ramu menjadi sebuah tawaran bisnis.

Saya minta dia mengetikkan isi buku. Setiap bab, saya kenakan tarif tertentu. Jadi, jika tugas ini selesai, dia akan mendapat honor 20 bab kali tarif satuan per bab. Tidak cukup untuk membeli smartphone, tapi setidaknya dia akan punya tabungan awal. Sebenarnya, secara implisit, saya berharap ada kata-kata bijak Confusius yang akan terserap selama mengetik.

Amira semangat sekali. Dia menghitung jumlah honor yang akan diterima. Dia senang karena bisa berlama-lama di komputer sambil mendapat bayaran.

Sehari sebelum pekerjaan dimulai, muncul pernyataan yang mengubah tujuan.
"Mending smartphone atau kamera DSLR ya?"
Saat Bapaknya merespon cepat dengan  mendukung pembelian kamera, saya baru bertanya-tanya. Semula saya anggap mubazir kalau beli kamera, toh kami sudah punya kamera saku. Ternyata, kamera yang Amira maksud adalah kamera canggih yang biasa dipakai profesional.

Belakangan saya baru tahu. Amira mempunyai ide tentang kamera ini dari bacaannya yang bercerita tentang seorang fotografer. Saya jadi ikut senang dan mendukung. Karena dengan mempunyai kamera, dia akan punya ruang ekspresi lebih luas.

Hari Sabtu, Amira mulai bekerja. Sejak pukul 7 pagi sudah di depan komputer. Memilih font, menentukan spasi. Mulailah mengetik. Satu demi satu kata....
Untuk Amira yang tidak terbiasa mengetik di komputer, ini pekerjaan berat. Belum juga usai satu alinea. dia buka-buka laman favoritnya di dunia maya.

Saat saya lewat dan melihat dia sedang di laman lain, saya tegur dengan "Ingat kamera..."
"Tapi aku mau refreshing dulu..."
Haha, jadilah refreshing yang benar-benar refresh. Baca-baca komik, makan mie, ngemil, buka-buka laman lain... Bahkan refreshingnya kemudian ditutup dengan ISHOMA. Istirahat, SHOlat, dan MAin di taman.

Sampai usai jam kerja, selesailah dia mengetik 2 alinea pembukaan dan 4 point dari bab 1. Lumayan untuk kerja hari pertama.

Hari kedua, kami pergi seharian. Sampai di rumah hampir pukul 10 malam. Dan Amira dengan semangat malah menyalakan laptop, bukannya tidur. Berhasil dia mengetik 4 point lagi dari bab 1.

Hari ketiga, kami gantian pakai laptop. Saat menjelang siang, Amira tergopoh-gopoh ke kamar saya, dan mengatakan, "Mah, tau gak... aku searching... dan dapat tautan teks buku Confusius. Lengkap. Download e-booknya. Selesai! Honornya mana?"
mmm....