Jumat, 17 Januari 2014

HUJAN MALAM JUMAT




 Tak ada yang lebih romantis dari hujan pada malam Jumat. Kita bisa melakukan apa saja bersama "kekasih".   

Hanya suara tetes-tetes air yang terdengar. Andante allegreto berganti-ganti menandai volume dan kecepatan turunnya.

Sudah tak tercium bau tanah basah pertama. Seminggu berlalu dengan curah hujan tinggi. Polutan yang melayang telah dikebumikan, dalam arti harfiah. Dijatuhkan ke permukaan bumi. Diserap tanah atau dialirkan ke laut. Segar saja yang tersisa.

Hujan berkelanjutan juga mengantar dingin. Menusuk hingga ke tulang. Menembus hati. Mematikan amarah. Damai saja yang ada.

Selimut menjadi kekasih setia merangkai mimpi. Melindungi. Menghangatkan. Nyaman. Matapun memejam dengan tenang.

Jikapun terjaga, bercumbu dengan Sang Maha terasa jauh lebih luar biasa.
Saat 7 bagian tubuh menyentuh sajadah, diri seakan dipeluk-Nya ke dalam samudera bahagia. Seolah hanya ada kita dan Dia di semesta. Mesra. Tak bosan berlama-lama sujud. Hujan sebagai suara latar menyempurnakannya.

Sayangnya, bahagia itu kini tak tuntas. Kala terlintas nasib banyak saudara yang lebih rendah kedudukannya. Ini pun dalam arti harfiah. Lebih rendah kedudukannya di permukaan bumi. Tempat air mengalir sampai jauh dan akhirnya ke laut.

Hujan yang banyak tak sanggup diartikan rahmat oleh mereka. Karena ini berarti peluang banjir menerpa. Banjir yang semakin hari semakin kerap dan tinggi. Yang biasanya 5 tahunan kini jadi hampir tiap tahun. Yang tadinya selutut jadi serambut. Meninggi.

Terpuruk di tempat sujudpun menjadi ruang perenungan. Pantaskah kita bermanja kepada-Nya jika syukur kita belum sempurna? Bukan sekedar tentang buang sampah sembarangan saja. Banjir ini juga mungkin akibat kita merasa cukup dengan sekedar sujud secara harfiah.

Sujud kita dalam bentuk penghormatan kepada hukum alam terabaikan. Syukur kita terlalu vertikal, berhenti di ucap "alhamdulillah". Syukur horisontal luput dari keseharian. Mengingat sesama. Ini pun tak bisa sekedar ingatan, perlu tindakan.

Di tingkat individual, kita bisa beri perhatian pada sampah dan tanaman. Perlakukan mereka dengan benar. Sampah tak dibuang sembarangan. Tanaman, tumbuhkan di tanah. Sehingga tak sekedar menyumbang oksigen, tanaman membantu menahan air lebih lama saat hujan. Ini berarti juga, sedapat mungkin sediakan ruang terbuka di rumah, bebas semen.

Di tingkat pengambil keputusan, kita harap mau memperluas jangkauan pemikiran, tempat, dan waktu.  Tak sekedar di wilayah jabatannya, dan tak sekedar pada masa jabatannya.

Solusi yang muncul akan lebih kompehensif dan untuk rentang waktu yang panjang. Hujan pada malam Jumat pun bisa menjadi saat paling romantis bagi semua orang.

Bogor, 18 Januari 2014