Buku kumpulan kisah karya IDA S. WIDAYANTI
Penerbit Arga Tilanta, 2013
Dua malam lalu, suami
meletakkan satu buah buku di meja kerja saya. Kemarin pagi usai shalat subuh
saya lihat. Jika dia sudah berani menyentuh meja kerja saya, berarti itu titah
paduka, hahaha *sungkem... Karenanya, saya dahulukan. Kemarin saya tak lakukan
arisan tema. Saya baca buku itu saja.
Dan baru pagi ini sempat saya buat resume ala saya.
Ida S. Widayanti penulisnya.
Suami pernah cerita. Dia bertemu Bu Ida lagi di acara Parenting yang diadakan
Tazkia. Saya tidak hadir. Hari itu kami berbagi tugas. Saya ke Jakarta ke acara
peluncuran buku Mas Gol A Gong, Honeymoon ala Backpacker. Suami kenal Bu Ida
sejak 5 tahun lalu di ESQ.
Suami saya sangat terkesan pada
isi buku bu Ida, dan pada kisah hidup beliau. Bu Ida, lulusan Teknik Mesin ITB,
memutuskan berhenti menjadi dosen Politeknik
Bandung setelah 12 tahun mengajar, dan fokus pada pendidikan anak-anaknya. Bu Ida merasa tahu dan bisa merancang mesin agar
melakukan proses secara sempurna, tetapi dia merasa kurang meluangkan waktu dan
pikiran untuk merancang anak-anaknya berproses menuju dewasa. Padahal manusia
jauh lebih kompleks daripada mesin.
Dia menuliskan pengalaman
mendidik anak dalam beberapa buku. Buku yang saya baca ini cetakan ke-4 dari
buku Catatan Parenting 3. Suami merasa melihat kesamaan jalan hidup bu Ida
dengan saya. (perintah tersiratnya... nulis buku juga dong! karena saya juga berhenti setelah 12 tahun mengajar
untuk fokus pada anak. *dan saya pura-pura tak paham pesan terselubung ini...:) )
Buku setebal 144 halaman ini
dibagi dalam 4 kelompok besar. Dari judul Mendidik Karakter dengan Karakter,
kita dapat menduga arahnya. Bu Ida mencoba memaparkan sesuatu yang kini banyak
digaungkan. Pendidikan karakter untuk anak. Sebagian besar isi buku ini memberi
ilustrasi, bahwa pendidikan karakter tak cukup dengan teori, tapi justru hanya
efektif jika dengan contoh. Artinya, jika berharap menghasilkan anak
berkarakter, kita sebagai orang tua dan guru harus terlebih dahulu
menerapkannya untuk diri sendiri.
Buku ini berisi 36 kisah
pendek. Beberapa kisah orang terkenal atau Bu Ida kenal, sebagian lagi seperti
kisah seseorang, tetapi saya merasa itu pengalaman pribadi beliau, dan ada
sebagian lagi yang eksplisit disampaikan sebagai pengalaman pribadi. Saya
menangkap, penyampaian dalam bentuk kisah ini untuk mengurangi kesan menggurui.
Dengan memaparkan “fakta”, kita dibukakan mata tentang apa yang bisa terjadi,
baik atau buruk. Yang baik kita bisa turuti, yang buruk kita hindari.
Bagian pertama, Dahsyatnya Masa Kecil. Bahwa, masa
kecil itu sangat penting. Bisa mengarahkan hidup seseorang.
Usahakan anak selalu gembira.
Hargai jalan pikiran anak. Sadari bahwa kekacauan terjadi belum tentu karena
anak berniat nakal, tapi karena ia ingin pandai. Jaga emosi orang tua, karena
berpengaruh pada emosi anak. Jika anak memiliki keterbatasan, semangati untuk
melawannya, menerobosnya. Jika anak mengalami masalah, hibur hatinya, tapi
secara realistis saja. Setiap manusia pertlu sentuhan, peluk anak lebih banyak
dalam berbagai kondisi. Bawa di ke lingkungan yang baik sejak kecil, jangan
sampai salah mempersepsikan sesuatu.
Jika hal-hal di atas kita
lakukan, semoga anak kita saat dewasa bahagia, kreatif, pandai, mudah
berempati, mampu gapai capaian yang jauh di luar dugaan, bijak, dan tak alami
penyimpangan sikap.
Bagian kedua, Anak Percaya apa yang Dikatakan Orangtua.
Ucapan dan tindakan orang tua
menjadi pedoman sikap anak. Jika terbiasa mengucap “insya Allah” tapi janji tak
diwujudkan, anak akan merekam bahwa ucapan baik tersebut hanya “lip service”,
dan mereka akan menirunya. Selain itu, jika hal ini mengecewakan anak, tingkat kepercayaan mereka akan berkurang
kepada orang tuanya.
Di sisi lain, satu kalimat sederhana
pun bisa berdampak besar. “selesaikan masalah dengan bahasa” ternyata berefek
besar pada seorang anak. Dia terapkan untuk membantu selesaikan masalah sang
kakak dengan temannya, pada saat orang tua masih menimbang-nimbang hubungan
baik antar keluarga yang mungkin akan akan terganggu.
Banyak contoh lain diberikan.
Sebagai orang tua, kita tak pernah tahu, kata-kata yang mana yang akan
dijadikan pegangan oleh anak. Karena itu, usahakan untuk selalu berkata dalam
konteks kebenaran.
Bagian ketiga, Mandiri Sejak Dini.
Anak harus dididik agar sanggup
menolong diri sendiri, karena dengan itu kelak dia akan sanggup menolong dunia.
Untuk itu anak perlu dilatih melakukannya secara disiplin dan fokus, dalam
suasana gembira. Anak juga perlu dikenalkan kepada tanggung jawab, konsekuensi,
dan konsistensi. Tak lupa juga tanamkan empati.
Contoh aktivitas yang bisa
dilakukan: beres-beres mainan dan barang-barang dia, cuci piring setelah makan,
atau peduli kaum papa di sekitar kita.
Bagian keempat, Prinsip Pengasuhan.
Beberapa sikap yang perlu
diperhatikan. Kasih sayang dan kelembutan, kemauan mendengar. Menjaga rasa
ingin tahu anak. Dan yang perlu diingat, tak bisa sendiri. Perlu orang
sekampung untuk membesarkan anak. Artinya, kita perlu cermati dan ajak agar
lingkungan baik, karena anak-anak kita akan terlibat di dalamnya.
Demikian beberapa pokok bahasan
dalam rangka membangun karakter anak yang dibicarakan bu Ida dalam buku.
Keempat bagian menyatakan
kategori yang penting dan perlu kita perhatikan. Tetapi penjabaran di bawahnya,
menurut saya, lebih tepat dimaknai sebagai contoh-contoh kasus. Perwujudan
kelompok-kelompok itu bisa sangat beragam.
Orang tua hanya perlu selalu ada, untuk memaksimalkan setiap momentum yang mungkin timbul
dan bisa menjadi peluang emas menanamkan nilai-nilai yang ingin kita tularkan
kepada anak. Jika orang tua hadir lebih banyak di sekitar anak, tentu lebih
banyak peluang emas yang tertangkap.
Kita tak pernah tahu kapan saat
itu tiba. Saat tak sengaja menumpahkan susu, misalnya, kita bisa ajarkan untuk tenang,
kalau perlu jadikan permainan, akhiri dengan ambil lap, dan bersihkan. Anak akan
belajar, bahwa kecelakaan bukan dosa, bahkan kita bisa membalikkan musibah
menjadi keriangan, dan tetap ada penerapan tanggung jawab di dalamnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar