Senin, 07 Juli 2014

Mendidik Karakter dengan Karakter



Buku kumpulan kisah karya IDA S. WIDAYANTI
Penerbit Arga Tilanta, 2013

          Dua malam lalu, suami meletakkan satu buah buku di meja kerja saya. Kemarin pagi usai shalat subuh saya lihat. Jika dia sudah berani menyentuh meja kerja saya, berarti itu titah paduka, hahaha *sungkem... Karenanya, saya dahulukan. Kemarin saya tak lakukan arisan tema. Saya  baca buku itu saja. Dan baru pagi ini sempat saya buat resume ala saya.

          Ida S. Widayanti penulisnya. Suami pernah cerita. Dia bertemu Bu Ida lagi di acara Parenting yang diadakan Tazkia. Saya tidak hadir. Hari itu kami berbagi tugas. Saya ke Jakarta ke acara peluncuran buku Mas Gol A Gong, Honeymoon ala Backpacker. Suami kenal Bu Ida sejak 5 tahun lalu di ESQ.

          Suami saya sangat terkesan pada isi buku bu Ida, dan pada kisah hidup beliau. Bu Ida, lulusan Teknik Mesin ITB,  memutuskan berhenti menjadi dosen Politeknik Bandung setelah 12 tahun mengajar, dan fokus pada pendidikan anak-anaknya. Bu  Ida merasa tahu dan bisa merancang mesin agar melakukan proses secara sempurna, tetapi dia merasa kurang meluangkan waktu dan pikiran untuk merancang anak-anaknya berproses menuju dewasa. Padahal manusia jauh lebih kompleks daripada mesin. 

          Dia menuliskan pengalaman mendidik anak dalam beberapa buku. Buku yang saya baca ini cetakan ke-4 dari buku Catatan Parenting 3. Suami merasa melihat kesamaan jalan hidup bu Ida dengan saya. (perintah tersiratnya... nulis buku juga dong! karena saya juga berhenti setelah 12 tahun mengajar untuk fokus pada anak. *dan saya pura-pura tak paham pesan terselubung ini...:) )


          Buku setebal 144 halaman ini dibagi dalam 4 kelompok besar. Dari judul Mendidik Karakter dengan Karakter, kita dapat menduga arahnya. Bu Ida mencoba memaparkan sesuatu yang kini banyak digaungkan. Pendidikan karakter untuk anak. Sebagian besar isi buku ini memberi ilustrasi, bahwa pendidikan karakter tak cukup dengan teori, tapi justru hanya efektif jika dengan contoh. Artinya, jika berharap menghasilkan anak berkarakter, kita sebagai orang tua dan guru harus terlebih dahulu menerapkannya untuk diri sendiri.

          Buku ini berisi 36 kisah pendek. Beberapa kisah orang terkenal atau Bu Ida kenal, sebagian lagi seperti kisah seseorang, tetapi saya merasa itu pengalaman pribadi beliau, dan ada sebagian lagi yang eksplisit disampaikan sebagai pengalaman pribadi. Saya menangkap, penyampaian dalam bentuk kisah ini untuk mengurangi kesan menggurui. Dengan memaparkan “fakta”, kita dibukakan mata tentang apa yang bisa terjadi, baik atau buruk. Yang baik kita bisa turuti, yang buruk kita hindari.

          Bagian pertama, Dahsyatnya Masa Kecil. Bahwa, masa kecil itu sangat penting. Bisa mengarahkan hidup seseorang. 

          Usahakan anak selalu gembira. Hargai jalan pikiran anak. Sadari bahwa kekacauan terjadi belum tentu karena anak berniat nakal, tapi karena ia ingin pandai. Jaga emosi orang tua, karena berpengaruh pada emosi anak. Jika anak memiliki keterbatasan, semangati untuk melawannya, menerobosnya. Jika anak mengalami masalah, hibur hatinya, tapi secara realistis saja. Setiap manusia pertlu sentuhan, peluk anak lebih banyak dalam berbagai kondisi. Bawa di ke lingkungan yang baik sejak kecil, jangan sampai salah mempersepsikan sesuatu.

          Jika hal-hal di atas kita lakukan, semoga anak kita saat dewasa bahagia, kreatif, pandai, mudah berempati, mampu gapai capaian yang jauh di luar dugaan, bijak, dan tak alami penyimpangan sikap.


          Bagian kedua, Anak Percaya apa yang Dikatakan Orangtua

          Ucapan dan tindakan orang tua menjadi pedoman sikap anak. Jika terbiasa mengucap “insya Allah” tapi janji tak diwujudkan, anak akan merekam bahwa ucapan baik tersebut hanya “lip service”, dan mereka akan menirunya. Selain itu, jika hal ini mengecewakan anak,  tingkat kepercayaan mereka akan berkurang kepada orang tuanya.

          Di sisi lain, satu kalimat sederhana pun bisa berdampak besar. “selesaikan masalah dengan bahasa” ternyata berefek besar pada seorang anak. Dia terapkan untuk membantu selesaikan masalah sang kakak dengan temannya, pada saat orang tua masih menimbang-nimbang hubungan baik antar keluarga yang mungkin akan akan terganggu.

          Banyak contoh lain diberikan. Sebagai orang tua, kita tak pernah tahu, kata-kata yang mana yang akan dijadikan pegangan oleh anak. Karena itu, usahakan untuk selalu berkata dalam konteks kebenaran.


          Bagian ketiga, Mandiri Sejak Dini.

          Anak harus dididik agar sanggup menolong diri sendiri, karena dengan itu kelak dia akan sanggup menolong dunia. Untuk itu anak perlu dilatih melakukannya secara disiplin dan fokus, dalam suasana gembira. Anak juga perlu dikenalkan kepada tanggung jawab, konsekuensi, dan konsistensi. Tak lupa juga tanamkan empati.

          Contoh aktivitas yang bisa dilakukan: beres-beres mainan dan barang-barang dia, cuci piring setelah makan, atau peduli kaum papa di sekitar kita.


          Bagian keempat, Prinsip Pengasuhan

          Beberapa sikap yang perlu diperhatikan. Kasih sayang dan kelembutan, kemauan mendengar. Menjaga rasa ingin tahu anak. Dan yang perlu diingat, tak bisa sendiri. Perlu orang sekampung untuk membesarkan anak. Artinya, kita perlu cermati dan ajak agar lingkungan baik, karena anak-anak kita akan terlibat di dalamnya.


          Demikian beberapa pokok bahasan dalam rangka membangun karakter anak yang dibicarakan bu Ida dalam buku. 

          Keempat bagian menyatakan kategori yang penting dan perlu kita perhatikan. Tetapi penjabaran di bawahnya, menurut saya, lebih tepat dimaknai sebagai contoh-contoh kasus. Perwujudan kelompok-kelompok itu bisa sangat beragam. 

          Orang tua hanya perlu selalu ada, untuk memaksimalkan setiap momentum yang mungkin timbul dan bisa menjadi peluang emas menanamkan nilai-nilai yang ingin kita tularkan kepada anak. Jika orang tua hadir lebih banyak di sekitar anak, tentu lebih banyak peluang emas yang tertangkap. 

          Kita tak pernah tahu kapan saat itu tiba. Saat tak sengaja menumpahkan susu, misalnya, kita bisa ajarkan untuk tenang, kalau perlu jadikan permainan, akhiri dengan ambil lap, dan bersihkan. Anak akan belajar, bahwa kecelakaan bukan dosa, bahkan kita bisa membalikkan musibah menjadi keriangan, dan tetap ada penerapan tanggung jawab di dalamnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar