Kamis, 03 Juli 2014

M. NATSIR : PESAN ISLAM TERHADAP ORANG MODERN (2)



          Buku saku tipis kumpulan 4 tulisan M. Natsir tak sanggup saya ringkas. Takut mengubah makna, atau salah tafsir akibat keterbatasan saya. Akhirnya, saya lebih banyak mengutip kalimat-kalimat utama dari semua kalimat yang sudah utama. Bagian kedua ini lanjutan, sebaiknya dibaca setelah membaca bagian pertama dari judul yang sama.

          Kedua. Ceramah 1976 di Pakistan. Pesan Islam Terhadap Orang Modern. 

          Kembali, dalam ceramah ini, M. Natsir menggunakan QS Ali Imran ayat 112 sebagai dasar. Sementara, penggunaan kata modern dalam judul, merujuk pada definisi orang modern menurut Profesor Alex Inkeles dari Universitas Harvard. Inkeles menyebutkan ada 9 ciri-ciri tentang orang yang modern. Dan  M. Natsir mencoba menyampaikan bahwa ke-9 ciri tersebut sebenarnya sudah sangat lazim bagi telinga kaum muslimin. M. Natsir membahasnya bagaimana pendapat Islam tentang itu, persamaan-persamaannya sampai batas tertentu, dan awal perbedaan.

1.      Inkeles : kesediaan untuk menerima pengalaman baru, dan keterbukaan bagi penciptaan baru dan perubahan.
Natsir : Islam pada asal mulanya adalah suatu revolusi terhadap kecanggungan dan kekakuan cara berpikir. Kisah Nabi Ibrahim menemukan Tuhan merupakan bukti bahwa Islam memajukan penggunaan akal pikiran, bahkan untuk mencari kebenaran tentang keberadaan Tuhan.

Inkeles : kesediaan untuk pembaharuan dan mengadakan perubahan haruslah menjadi “sikap jiwa”. Atau, need for achievement (Cavid C Mc Celland, Harvard).
Natsir : dalam Islam, itu harus menjadi sikap hidup. Salah satu penggambarannya, dari hadits “Jika kiamat sudah diambang pintu, dan ada sebutir biji korma di tangan, maka tanamlah. Engkau mendapat pahala karenanya.” Hadits ini menggiring kita pada jangkauan terjauh dalam mendorong orang untuk melakukan perbuatan benar, tak peduli apakah kita akan mendapat keuntungan dari perbuatan ini atau tidak, di dunia.

Inkeles : kemajuan kebendaan dan kepesatan teknologi haruslah dianggap sebagai batas akhir yang dicapai oleh modernisasi.
Natsir : Dalam pandangan Islam, kemajuan teknologi itu hanyalah suatu cara ke arah tujuan yang lebih tinggi, yaitu al ihsan—melakukan perbuatan yang benar, tanpa mengharapkan suatu imbalan (lihat QS Al Qashash ayat 77).

2.      Inkeles : mempunyai tanggapan untuk menyusun atau memiliki pendapat terhadap aneka persoalan yang luas serta terhadap pokok-pokok acara yang terbit tidak saja di lingkungannya yang dekat, tetapi juga di luarnya; dan tanggapannya terhadap lingkungan pendapat adalah lebih demokratis.
Natsir : Islam mengajarkan kepada pemeluk-pemeluknya untuk berpikir dalam ukuran jangkauan cakrawala sejarah yang luas. Lebih luas lagi adalah, tak hanya perhatian pada urusan keduniaan tetapi juga mencakup kehidupan akhirat.

Tentang demokratis, Natsir mencontohkan Rasulullah. Walaupun selalu dalam bimbingan Allah secara real, beliau membuat cara bermusyawarah dengan sahabat sebagai dasar basgi setiap laku sehari-hari, dari mulai hal remeh sehari-hari sampai ke penempatan pasukan tentara dalam perang.

Banyak orang menganggap diri “modern” dengan melekatkan kata “demokratik” pada perilakunya, padahal seringkali tak sesuai.

Seringkali ditemukan bahwa demokrasi dilekatkan lebih banyak kepada bentuk-bentuk struktural daripada kepada hakikatnya. Demokrasi dijabarkan dengan berdirinya berbagai cabang pemerintahan, seperti legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Demokrasi dibuktikan dengan pemilihan umum setiap  waktu, dimana pemilih disuguhi dengan seorang, dua orang, atau lebih calon yang dipungut melalui cara yang samar-samar di ruang belakang, penuh dengan dagang sapi, basa-basi,  dan janji-janji yang tidak ditepati.

Menurut Natsir, saripati demokrasi bukanlahbentuk lahirnya serta strukturnya, melainkan keyakinan yang murni terhadap martabat orang per orang. Oleh karena itu, sukses setiap usaha demokratis, tidaklah dapat dinilai dari seringnya mengadakan pemilihan umum, tetapi haruslah dilihat dengan ukuran-ukuran tentang seberapa jauh tindakan-tindakan dan kelakuannya itu sesuai dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, dan menambah martabat manusia sebagai orang seorang..

3.      Inkeles : orientasinya kepada masa kini dan masa depan, melebihi kepada masa lampau.
Natsir : bagi umat Islam, waktu adalah keyakinan, perbuatan yang benar, dan saling memperingatkan satu dengan yang lainnya kepada yang haq dan kesabaran. (lihat QS Al ‘Ashr). Maksud shalat beberapa waktu bergantian, peredaran siang dan malam, semata-mata menanamkan kesadaran kepada kaum muslimin akan penghargaan terhadap waktu.

4.      Inkeles : mengarah kepada keterlibatan dalam perencanaan dan organisasi, dan percaya terhadapnya sebagai suatu cara untuk menangani kehidupan.
Natsir : kembali kepada al ihsan. Selain berarti memberikan sadaqah, kebaikan, dan belas kasih, al ihsan juga adalah melakukan suatu pekerjaan dengan cara yang sebaik-baiknya. Termsuk di dalamnya perencanaan dan pengorganisasian. Setelah melakukan sesuai dengan kemampuan kita, sepenuh daya dan usaha, kita serahkan segala urusan kembali kepada Allah Yang Mahakuasa.

5.      Inkeles : percaya bahwa manusia itu bisa belajar, dalam tingkat yang nyata, untuk menguasai alam lingkungan demi untuk memajukan tujuannya dan sasarannya sendiri, daripada sebaliknya dikuasai sepenuhnya oleh alam lingkungannya itu.
Natsir : dalam hal ini Inkeles agak terpeleset. Benar bahwa kemajuan ilmu pengetahuan sangat pesat dan mengesankan. Tetapi, itu hanya setitik jika dibandingkan dengan keluasan cakrawala yang hendak dijangkaunya. Selain itu, seringkali kita temukan, pemecahan terhadap suatu masalah menuntun kepada terungkapnya sejumlah persoalan baru akibat pemecahan masalah sebelumnya.

Ajaran Islam mengedepankan penggunaan pikiran, mendukung peningkatan ilmu pengetahuan, tetapi tidak diperkenankan untuk mengagung-agungkan alam pikiran itu, atau lebih buruk lagi mempertahankannya.
Seluruh alam semesta diciptakan bagi kemanfaatan manusia. Di sisi lain, alam semesta menjadi sarana bagi manusia untuk berterimakasih dan adil. Di balik kekuatan kita, keterampilan dan kecerdasan kita, ada kekuatan dan kemurahan dari Allah yang memberikan semua itu kepada kita.

6.      Inkeles : lebih yakin bahwa dunia dapat diperhitungkan; orang-orang dan lembaga-lembaga dapat dijadikan andalan untuk memenuhi atau mencukupi kewajiban serta tanggung jawabnya.
Natsir : menjadi keyakinan setiap muslim, bahwa kepercayaan kepada yang diperhitungkan dan diandalkan itu tidak mengurangi keyakinannya kepada Allah, bahwa semua itu hanya akan berjalan sepanjang Allah memperkenankan kepada manusia. Kemauan  dan kekuatan yang mutlak hanya ada pada-Nya.

7.      Semakin sadar  akan martabat orang lain dan semakin tanggap untuk menunjukkan penghargaan kepada mereka.
Natsir : kemuliaan orang sebagai manusia adalah titik pusat ajaran Islam. Tak ada pembedaan terhadapnya yang dibenarkan, baik berdasarkan warna kulit, bahasa, tradisi, kebudayaan, serta kepercayaan maupun keturunan. “Kita menghormati anak keturunan Adam”.

8.      Inkeles : percaya kepada ilmu dan teknologi
Natsir : bahwa capaian ilmu dan teknologi saat ini banyak berdasarkan penemuan ilmuwan muslim masa lampau. Mungkin benar bahwa kondisi saat ini, mayoritas penemuan bukan dilakukan kaum muslimin. Tetapi kita harus terus berupaya dan bekerja berkesinambungan, karena Allah sendiri menjanjikan: Dan masa kejayaan dan kehancuran itu Kami pergilirkan di antara manusia, agar mendapat pelajaran. (lihat QS Ali Imran ayat 49)

9.      Inkeles : Berpaham yang kuat tentang keadilan yang merata.
Natsir : dalam Islam, seseorang akan mendapatkan sesuatu buah hasil dari perbuatannya, baik ataupun buruk.

          Pada akhirnya, sebagai seorang muslim, Natsir berpendapat bahwa kita tak perlu terlalu memperdulikan label modern atau tradisional, karena tugas utama yang kita emban adalah mewujudkan ummat yang berkeseimbangan.


          Kembali, ini tulisan 30 tahunan lalu. Saya tak sempat mempelajari, bagaimana penerimaan ilmu pengetahuan tentang pendapat Inkeles itu hari ini. Karenanya, saya sama sekali tak hendak memberi suatu pendapat. Ini benar-benar hanya membaca buku, dan mencoba menyampaikan pemikiran M. Natsir dari apa yang saya baca.

Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar