Senin, 16 Juni 2014

HONEYMOON ALA BACKPACKER



Penulis :           Gol A Gong
Penerbit:          Pelangi Indonesia, 2014

          Suatu pagi di awal April 2012, saya membaca satu kicauan mas Gol A Gong  di Tweeter, “Tias minta dicium di Taj Mahal.” Bikin iri saja!

          Beberapa saat sebelumnya, saya sempat ngobrol jarak jauh dengan mbak Tias. Mbak Tias dan  mas Gol A Gong berencana  melakukan perjalanan panjang ke beberapa  negara dan akan diakhiri dengan umroh. “Buat kami, ini bekerja, Teh,” begitu penjelasan mbak Tias. “Di setiap kota yang disinggahi, kami akan memberi pelatihan menulis.” Dan sebagai penulis, perjalanan perlu dilakukan untuk memperluas wawasan dan memperkaya rasa, sehingga mempunyai bahan dan gairah baru untuk ditulis. Saya sepakat.

          Hanya saja, usai membaca tweet di atas, saya sempat terperangah. Pertama, agak sulit membayangkan mbak Tias, putri Solo yang anggun dan santun, bersikap agresif di muka umum seperti itu, apalagi di negara orang. Kedua, saya semula terlalu percaya bahwa ini hanya sebuah perjalanan dinas dari dua orang penulis. Jadi saya terkejut, plus iri :), dengan segala kemungkinan pengalaman mereka berduaan saja selama 50 hari.

          Iri saya ternyata beralasan. Kemarin saya mendapat buktinya. Sebuah buku. Karya terbaru mas Gol A Gong, Honeymoon ala Backpacker. Buku setebal 196 halaman dari penerbit Pelangi Indonesia ini mengisahkan perjalanan panjang mereka.

          Perjalanan yang sangat panjang, karena bermula dari 16 tahun yang lalu. Saat menjelang nikah, mas Gol A Gong sempat mengatakan sambil bercanda bahwa dia akan memberi mas kawin perjalanan keliling dunia kepada mbak Tias. Mungkin mbak Tias tak menganggap itu serius, apalagi ketika fakta berbicara. Dari kenyamanan hidup terjamin gaji bulanan, tak lama usai punya anak, mas Gong malah keluar dari kerja kantoran. Mengajak mbak Tias menepi ke sebuah kampung di kota Serang. Perumahan, tapi bagian belakang berbatasan dengan padang ilalang. Kelak, sedikit demi sedikit tanah di belakang rumah itu dibeli, dan digunakan mewujudkan mimpi. Membangun generasi membaca. Hari-hari mas Gong dan mbak Tias pun tak pernah jauh dari urusan 4 anak dan Rumah Dunia.

          Jauh di dalam hati, mas Gong tak main-main dengan niatnya. Dia menganggap janji perjalanan keliling  dunia sebagai hutang  mas kawin. Dia ingin mewujudkannya bagi istri tercinta. 50 hari keliling dunia pun dirancang.

          16 Maret 2012 sampai 6 Mei 2012 berkeliling ke-7 negara. Singapura, Malaysia, Thailand, India, UAE, Qatar, dan Saudi. Jika teman-teman pernah membaca Balada si Roy, kisah yang merupakan hasil petualangan mas Gong saat muda, maka backpacker-an kali ini sangat jauh berbeda. Selain karena usia, juga karena ada permaisuri bersamanya. Membawa-bawa ranselnya iya, tetapi tak pakai liften atau tidur  di stasiun.

          Simbol-simbol utama dari setiap negara wajib dikunjungi. Merlion Park, Petronas Twin Towers Malaysia, Burj Khalifa, Taj Mahal, dan tentu saja Masjidil Haram. Perjalanan mencapai puncaknya dengan umroh. Tapi, nyawa kota juga ikut dikelana. Aura khas India di Kalkuta, penampungan TKW bermasalah di Saudi, dan semacamnya.

          Transportasi yang dipilih juga tidak terlalu nge-backpacker. Sisi kenyamanan istri sangat diperhatikan. Seperti saat menuju Johor Bahru dari Singapura, Gol A Gong mengikuti saran teman-teman di sana untuk memilih pakai taksi daripada bus. Untung saja. Karena jauh lebih nyaman. Di perbatasan tak perlu naik turun kendaraan dan menyeret-nyeret koper saat pemeriksaan. Duduk manis saja di taksi, dan supir taksi yang menguruskan.

          Begitu juga masalah penginapan. Mas Gong menekan keinginan untuk mencoba  penginapan spesialis backpacker, karena dia melihat istrinya butuh istirahat dengan tenang di tempat yang nyaman. Ini bukan tentang kemewahan, tapi lebih ke kebersihan tempat atau ketersediaan kamar mandi representatif.

          Di hampir semua tempat, rekan-rekan mas Gong tak sekedar menyambut, tapi juga  menyediakan  fasilitas antar jemput dan kamar di rumah atau apartemen mereka. Tentu pasangan ini senang, karena bisa berbincang lebih lama dengan teman. Pun kelancaran perjalanan. Tetapi, DNA petualang mas Gong membuatnya meminta izin 1-2 hari di setiap kota untuk berkelana berdua saja dengan mbak Tias, ranselan. 

          Bulan madu sejatinya bukan sekedar merengguk kemanisan.  Tapi tentang mengenali pasangan. Karena bulan purnama sekalipun, punya sisi yang tak terpendar cahaya. Jadi, perjalanan menyusuri setengah punggung bumi ini pun banyak menyodorkan tantangan  dalam rangka lebih memahami istri atau suami. Dalam hal ini, karena penulis adalah suami, dia lebih banyak menekankan pengetahuan barunya tentang  sang  istri.

          Salah satu contoh, standar kebersihan. 16 tahun, mas Gong sudah terbiasa dengan aturan main mbak Tias. Tak disangka, aturan ketat itu tetap diterapkan saat berpetualang seperti ini. Cuci tangan dan kaki sebelum tidur, ternyata tak boleh ditawar, walau badan sudah lelah usai jelajahi berbagai wilayah. Mas Gong menurut saja dengan pertimbangan, ini honeymoon,  istriku harus mendapat yang terbaik, termasuk kenyamanan hatinya.

         Dalam kerangka berpikir dan bertindak begitu, tentu saja mas Gong sangat terkejut ketika suatu hari mbak Tias  tiba-tiba menangis usai mas Gong memberitahu sudut pengambilan gambar yang lebih bagus. Selama perjalanan ini, mereka seperti berbagi tugas. Mas Gong sebagai penulis, dan mbak Tias fotografer. Laporan perjalanan ini nantinya akan dimuat di sebuah majalah. Makanya, mas Gong ingin mendapatkan hasil terbaik. Ini kaitannya dengan pekerjaan, bukan bulanmadunya. Ternyata, instruksi “sebaiknya begini, jangan begitu” diterima mbak Tias sebagai teguran, begini salah begitu salah. 1-2 hari masih tahan. Lama-lama, tak kuasa pura-pura, langsung berurai airmata. Niat baik pun harus dikomunikasikan dengan baik, bahkan terhadap istri.

          Pengenalan lain, terutama, adalah bahwa sangat berbeda laki-laki dan perempuan dalam perjalanan, khususnya bagi mereka yang  sudah mempunyai anak. Mas Gong menemukan, mbak Tias sering terganggu karena rindu pada anak-anak. Di hari-hari awal,  terlihat belum lepas. Apalagi ini perjalanan panjang berdua. Pertama kali anak-anak ditinggal ayah dan ibunya sekaligus dan dalam waktu lama. Di pertengahan perjalanan, tersebut nama satu anak saja bisa membuat mbak Tias tiba-tiba menangis. Kangen. Mas Gong menjadi jauh lebih respek terhadap ibu anak-anaknya ini. 

          Membaca buku ini mengasyikkan. Tak sekedar membuat kita mengenal tempat-tempat yang dikunjungi, kita juga diajak  ikut menjalani. Entahlah, mas Gong membuat saya merasa sedang bersama suami  di sana. Saat tiket yang sudah dipesan lama tiba-tiba tak berlaku karena maskapainya pailit, saya paham kepanikan mbak Tias, dan saya merasa tindakan menenangkan dan mencari solusi itu akan dilakukan suami saya juga pada kondisi serupa. 

         Ada berderet tips yang bisa diterapkan para calon petualang. Ada pengetahuan bagaimana kita mengoptimalkan perjalanan agar banyak yang dilihat. Ada pesan penting, jaga pertemanan, karena bisa menjadi pembuka jalan dari segala kemungkinan.

5 komentar:

  1. kereeen! saya juga bikin mbak! Di

    http://rudirustiadi.blogspot.com/2014/06/honeymoon-ala-backpacker.html

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sudah baca. Hebat, beli kumpulan kata pakai koleksi kata *jempol*

      Terima kasih sudah mampir ke sini.

      Hapus
    2. ulasan mbak Amiss lebih kereeen, Mantap!!!
      Saya jadi tersugesti jadi pengikut blognya! hehehe

      Hapus
  2. bukunya kyknya baguuusss.. Saya penasaran, ah ^_^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hari Minggu 22 Juni pk. 9.30 launching di Gramedia Matraman, mbak Myra. Setelah itu mungkin lebih mudah dicari di toko buku

      Hapus