Penulis : Gol A Gong
Penerbit: Pelangi Indonesia, 2014
Suatu pagi di awal April 2012,
saya membaca satu kicauan mas Gol A Gong
di Tweeter, “Tias minta dicium di Taj Mahal.” Bikin iri saja!
Beberapa saat sebelumnya, saya
sempat ngobrol jarak jauh dengan mbak Tias. Mbak Tias dan mas Gol A Gong berencana melakukan perjalanan panjang ke beberapa negara dan akan diakhiri dengan umroh. “Buat
kami, ini bekerja, Teh,” begitu penjelasan mbak Tias. “Di setiap kota yang
disinggahi, kami akan memberi pelatihan menulis.” Dan sebagai penulis,
perjalanan perlu dilakukan untuk memperluas wawasan dan memperkaya rasa,
sehingga mempunyai bahan dan gairah baru untuk ditulis. Saya sepakat.
Hanya saja, usai membaca tweet di atas, saya sempat terperangah.
Pertama, agak sulit membayangkan mbak Tias, putri Solo yang anggun dan santun,
bersikap agresif di muka umum seperti
itu, apalagi di negara orang. Kedua, saya semula terlalu percaya bahwa ini
hanya sebuah perjalanan dinas dari dua orang penulis. Jadi saya terkejut, plus
iri :), dengan segala
kemungkinan pengalaman mereka berduaan saja selama 50 hari.
Iri saya ternyata beralasan.
Kemarin saya mendapat buktinya. Sebuah buku. Karya terbaru mas Gol A Gong,
Honeymoon ala Backpacker. Buku setebal 196 halaman dari penerbit Pelangi
Indonesia ini mengisahkan perjalanan panjang mereka.
Perjalanan yang sangat panjang,
karena bermula dari 16 tahun yang lalu. Saat menjelang nikah, mas Gol A Gong
sempat mengatakan sambil bercanda bahwa dia akan memberi mas kawin perjalanan
keliling dunia kepada mbak Tias. Mungkin mbak Tias tak menganggap itu serius,
apalagi ketika fakta berbicara. Dari kenyamanan hidup terjamin gaji bulanan,
tak lama usai punya anak, mas Gong malah keluar dari kerja kantoran. Mengajak
mbak Tias menepi ke sebuah kampung di kota Serang. Perumahan, tapi bagian
belakang berbatasan dengan padang ilalang. Kelak, sedikit demi sedikit tanah di
belakang rumah itu dibeli, dan digunakan mewujudkan mimpi. Membangun generasi membaca. Hari-hari mas Gong dan mbak Tias pun tak pernah jauh dari urusan 4 anak
dan Rumah Dunia.
Jauh di dalam hati, mas Gong
tak main-main dengan niatnya. Dia menganggap janji perjalanan keliling dunia sebagai hutang mas kawin. Dia ingin mewujudkannya bagi istri
tercinta. 50 hari keliling dunia pun dirancang.
16 Maret 2012 sampai 6 Mei 2012
berkeliling ke-7 negara. Singapura, Malaysia, Thailand, India, UAE, Qatar, dan
Saudi. Jika teman-teman pernah membaca Balada si Roy, kisah yang merupakan
hasil petualangan mas Gong saat muda, maka backpacker-an
kali ini sangat jauh berbeda. Selain karena usia, juga karena ada permaisuri
bersamanya. Membawa-bawa ranselnya iya, tetapi tak pakai liften atau tidur di stasiun.
Simbol-simbol utama dari setiap
negara wajib dikunjungi. Merlion Park, Petronas Twin Towers Malaysia, Burj
Khalifa, Taj Mahal, dan tentu saja Masjidil Haram. Perjalanan mencapai
puncaknya dengan umroh. Tapi, nyawa kota juga ikut dikelana. Aura khas India di
Kalkuta, penampungan TKW bermasalah di Saudi, dan semacamnya.
Transportasi yang dipilih juga
tidak terlalu nge-backpacker. Sisi kenyamanan
istri sangat diperhatikan. Seperti saat menuju Johor Bahru dari Singapura, Gol
A Gong mengikuti saran teman-teman di sana untuk memilih pakai taksi daripada
bus. Untung saja. Karena jauh lebih nyaman. Di perbatasan tak perlu naik turun
kendaraan dan menyeret-nyeret koper saat pemeriksaan. Duduk manis saja di taksi,
dan supir taksi yang menguruskan.
Begitu juga masalah penginapan.
Mas Gong menekan keinginan untuk mencoba
penginapan spesialis backpacker,
karena dia melihat istrinya butuh istirahat dengan tenang di tempat yang
nyaman. Ini bukan tentang kemewahan, tapi lebih ke kebersihan tempat atau ketersediaan
kamar mandi representatif.
Di hampir semua tempat,
rekan-rekan mas Gong tak sekedar menyambut, tapi juga menyediakan
fasilitas antar jemput dan kamar di rumah atau apartemen mereka. Tentu pasangan
ini senang, karena bisa berbincang lebih lama dengan teman. Pun kelancaran
perjalanan. Tetapi, DNA petualang mas Gong membuatnya meminta izin 1-2 hari di
setiap kota untuk berkelana berdua saja dengan mbak Tias, ranselan.
Bulan madu sejatinya bukan
sekedar merengguk kemanisan. Tapi tentang
mengenali pasangan. Karena bulan purnama sekalipun, punya sisi yang tak
terpendar cahaya. Jadi, perjalanan menyusuri setengah punggung bumi ini pun
banyak menyodorkan tantangan dalam
rangka lebih memahami istri atau suami. Dalam hal ini, karena penulis adalah
suami, dia lebih banyak menekankan pengetahuan barunya tentang sang
istri.
Salah satu contoh, standar
kebersihan. 16 tahun, mas Gong sudah terbiasa dengan aturan main mbak Tias. Tak
disangka, aturan ketat itu tetap diterapkan saat berpetualang seperti ini. Cuci
tangan dan kaki sebelum tidur, ternyata tak boleh ditawar, walau badan sudah
lelah usai jelajahi berbagai wilayah. Mas Gong menurut saja dengan
pertimbangan, ini honeymoon, istriku harus mendapat yang terbaik, termasuk
kenyamanan hatinya.
Dalam kerangka berpikir dan
bertindak begitu, tentu saja mas Gong sangat terkejut ketika suatu hari mbak
Tias tiba-tiba menangis usai mas Gong
memberitahu sudut pengambilan gambar yang lebih bagus. Selama perjalanan ini,
mereka seperti berbagi tugas. Mas Gong sebagai penulis, dan mbak Tias
fotografer. Laporan perjalanan ini nantinya akan dimuat di sebuah majalah. Makanya,
mas Gong ingin mendapatkan hasil terbaik. Ini kaitannya dengan pekerjaan, bukan
bulanmadunya. Ternyata, instruksi “sebaiknya begini, jangan begitu” diterima
mbak Tias sebagai teguran, begini salah begitu salah. 1-2 hari masih tahan. Lama-lama,
tak kuasa pura-pura, langsung berurai airmata. Niat baik pun harus dikomunikasikan
dengan baik, bahkan terhadap istri.
Pengenalan lain, terutama,
adalah bahwa sangat berbeda laki-laki dan perempuan dalam perjalanan, khususnya
bagi mereka yang sudah mempunyai anak. Mas
Gong menemukan, mbak Tias sering terganggu karena rindu pada anak-anak. Di hari-hari
awal, terlihat belum lepas. Apalagi ini
perjalanan panjang berdua. Pertama kali anak-anak ditinggal ayah dan ibunya
sekaligus dan dalam waktu lama. Di pertengahan perjalanan, tersebut nama satu
anak saja bisa membuat mbak Tias tiba-tiba menangis. Kangen. Mas Gong menjadi
jauh lebih respek terhadap ibu anak-anaknya ini.
Membaca buku ini mengasyikkan. Tak
sekedar membuat kita mengenal tempat-tempat yang dikunjungi, kita juga
diajak ikut menjalani. Entahlah, mas
Gong membuat saya merasa sedang bersama suami
di sana. Saat tiket yang sudah dipesan lama tiba-tiba tak berlaku karena
maskapainya pailit, saya paham kepanikan mbak Tias, dan saya merasa tindakan
menenangkan dan mencari solusi itu akan dilakukan suami saya juga pada kondisi
serupa.
Ada berderet tips yang bisa
diterapkan para calon petualang. Ada pengetahuan bagaimana kita mengoptimalkan
perjalanan agar banyak yang dilihat.
Ada pesan penting, jaga pertemanan, karena bisa menjadi pembuka jalan dari
segala kemungkinan.
kereeen! saya juga bikin mbak! Di
BalasHapushttp://rudirustiadi.blogspot.com/2014/06/honeymoon-ala-backpacker.html
Sudah baca. Hebat, beli kumpulan kata pakai koleksi kata *jempol*
HapusTerima kasih sudah mampir ke sini.
ulasan mbak Amiss lebih kereeen, Mantap!!!
HapusSaya jadi tersugesti jadi pengikut blognya! hehehe
bukunya kyknya baguuusss.. Saya penasaran, ah ^_^
BalasHapusHari Minggu 22 Juni pk. 9.30 launching di Gramedia Matraman, mbak Myra. Setelah itu mungkin lebih mudah dicari di toko buku
Hapus