Selasa, 24 Juni 2014

AL DENTE



Waktu yang Tepat untuk Cinta

Novel karya Helvira Hasan
Penerbit Gagas Media, 2014

          Libur akhir bulan Juni. Rekreasi mudah meriah adalah membaca buku  atau mencoba resep baru. Novel ini membantu memenuhi keduanya sekaligus. Membaca kisah tentang suami istri yang belajar memasak pasta sendiri. :)
 

         Cynara bersahabat dengan putri sahabat ayahnya, Dita, sejak kecil. Mereka sering berlibur 2 keluarga. Berawal dari persahabatan kedua ayah, berlanjut ke istri masing-masing, lantas ke kedua putri mereka. Hanya satu yang tak memiliki pasangan. Putra sulung sang sahabat ayah, Ben, karena Nara  tak berkakak.

          Sebagai putri tunggal dari pasangan suami istri dokter gigi, Nara selalu mendapatkan semua yang dia inginkan. Karenanya, dia selalu menjaga harap atas cinta dari sang senior tampan yang pindah studi ke Harvard. Nara yakin keinginan yang ini pun akan terwujud. 

          Sejak usai masa opspek, mereka berteman dekat selama 2 tahun. Tapi sampai Elbert pergi ke Amerika 4 tahun lalu, tak pernah ada deklarasi itu. Nara menaruh harap yang tak mungkin dia ungkap. Sementara El tak juga memberi pertanda kuat. Sekilas pernah terbahas, saat ini mereka harus fokus menuntaskan kuliah.

          4 tahun komunikasi hanya sesekali. Yang terakhir, sehari setelah wisuda. Nara berusaha menyapa. Mengabarkan bahwa ia telah menjadi dokter gigi. Ini upaya terakhir Nara memancing perhatian El.
YM dan e-mail telah dilayangkan, tetap tanpa balasan. Dan waktu tiba-tiba tak memihak. Syukuran kelulusan dengan keluarga sahabat ayahnya di Lembang, mengacak jalan hidup Nara. Terungkap wacana, menjodohkan Nara dengan Ben.

          6 bulan sejak acara di Lembang itu, Nara mengganti panggilan kepada om Farid menjadi Papa. Ya, Ben kini telah menjadi suami Nara. Tak ada yang memaksa. Tak ada yang terpaksa. Tidak Ben, tak juga Nara. Babak baru kehidupan pun dimulai. Hidup dalam realita, dimana tak semua mimpi menjadi nyata.
Lombok menjadi saksi kemesraan suami istri baru ini. Honeymoon dengan oleh-oleh sebuah janji, bahwa sebagai bukti cinta, sebulan sekali sang suami akan  memasak pasta untuk istri pada tanggal pernikahan. Nara tersanjung.

          Sayang. Manisnya madu ini habis  tak sampai sebulan. Kepindahan Nara dari rumah orang tua ke apartemen Ben memunculkan pil pahit. Menghadirkan nama Milly, perempuan dari masa lalu Ben. Secara hampir bersamaan, laki-laki di mimpi tertinggi Nara pun tiba-tiba turun ke bumi. El. 

          Ikatan ijab-kabul ternyata bukan simpul-mati. Melonggar. Terancam lepas. Ditarik kenangan dan angan, yang ternyata berdaya magnet lebih kuat. “Better late than never” menjadi kalimat pembenar. Di sisi lain, kata-kata bijak juga terucap, “Cerai itu bukan solusi, cerai hanya jalan keluar. Solusi berarti lo menyelesaikan masalah. Sementara, jalan keluar berarti lo tidak tahu lagi cara untuk menyelesaikan masalah dan akhirnya memilih meninggalkan masalah itu di belakang.”


          Begitulah. Sebagai pencinta pasta, Nara sangat tahu, ada takaran waktu yang tepat untuk pasta. Walau saat memasak sendiri, buku resep tak bermakna. Nara harus mencoba mengunyahnya agar yakin pastanya al dente, matang dengan pas. Tentang cintanya? Bagaimana Nara merasa dan menyimpulkan cinta mana yang datang tepat waktu?

          Saya suka cara penuturan Vira. Pilihan kata, ritme, flashback, konflik, dan penyelesaiannya tak berlebihan, al dente.

          Hanya satu hal yang agak mengganggu saya. Hari gini masih musim ya YM-an? Hehe. Kata Vira, itu karena asumsi sang tokoh berjauhan. Nara di Jakarta, dan El  di USA. Komunikasi mereka hanya bermodal alamat surel. Tapi karena kemunculannya dalam cerita hanya 1-2 kali, tak mencolok.

          Bagi saya, novel pertama Helvira Hasan luar biasa. 2 tahun menjadi saat yang tepat untuk merebus rangkaian kata dalam novel ini, karena hasilnya.... al dente

          Selamat membaca...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar