Waktu yang Tepat untuk Cinta
Novel karya Helvira Hasan
Penerbit Gagas Media, 2014
Libur akhir bulan Juni. Rekreasi
mudah meriah adalah membaca buku atau
mencoba resep baru. Novel ini membantu memenuhi keduanya sekaligus. Membaca
kisah tentang suami istri yang belajar memasak pasta sendiri. :)
Cynara bersahabat dengan putri
sahabat ayahnya, Dita, sejak kecil. Mereka sering berlibur 2 keluarga. Berawal dari
persahabatan kedua ayah, berlanjut ke istri masing-masing, lantas ke kedua
putri mereka. Hanya satu yang tak memiliki pasangan. Putra sulung sang sahabat
ayah, Ben, karena Nara tak berkakak.
Sebagai putri tunggal dari
pasangan suami istri dokter gigi, Nara selalu mendapatkan semua yang dia
inginkan. Karenanya, dia selalu menjaga harap atas cinta dari sang senior
tampan yang pindah studi ke Harvard. Nara yakin keinginan yang ini pun akan
terwujud.
Sejak usai masa opspek, mereka
berteman dekat selama 2 tahun. Tapi sampai Elbert pergi ke Amerika 4 tahun
lalu, tak pernah ada deklarasi itu. Nara
menaruh harap yang tak mungkin dia ungkap. Sementara El tak juga memberi
pertanda kuat. Sekilas pernah terbahas, saat ini mereka harus fokus menuntaskan
kuliah.
4 tahun komunikasi hanya
sesekali. Yang terakhir, sehari setelah wisuda. Nara berusaha menyapa.
Mengabarkan bahwa ia telah menjadi dokter gigi. Ini upaya terakhir Nara
memancing perhatian El.
YM dan e-mail telah dilayangkan, tetap tanpa balasan. Dan waktu tiba-tiba
tak memihak. Syukuran kelulusan dengan keluarga sahabat ayahnya di Lembang,
mengacak jalan hidup Nara. Terungkap wacana, menjodohkan Nara dengan Ben.
6 bulan sejak acara di Lembang
itu, Nara mengganti panggilan kepada om Farid menjadi Papa. Ya, Ben kini telah
menjadi suami Nara. Tak ada yang memaksa. Tak ada yang terpaksa. Tidak Ben, tak
juga Nara. Babak baru kehidupan pun dimulai. Hidup dalam realita, dimana tak
semua mimpi menjadi nyata.
Lombok menjadi saksi kemesraan suami
istri baru ini. Honeymoon dengan
oleh-oleh sebuah janji, bahwa sebagai bukti cinta, sebulan sekali sang suami akan memasak pasta untuk istri pada tanggal
pernikahan. Nara tersanjung.
Sayang. Manisnya madu ini habis tak sampai sebulan. Kepindahan Nara dari
rumah orang tua ke apartemen Ben memunculkan pil pahit. Menghadirkan nama
Milly, perempuan dari masa lalu Ben. Secara hampir bersamaan, laki-laki di
mimpi tertinggi Nara pun tiba-tiba turun ke bumi. El.
Ikatan ijab-kabul ternyata
bukan simpul-mati. Melonggar. Terancam lepas. Ditarik kenangan dan angan, yang
ternyata berdaya magnet lebih kuat. “Better
late than never” menjadi kalimat pembenar. Di sisi lain, kata-kata bijak
juga terucap, “Cerai itu bukan solusi, cerai hanya jalan keluar. Solusi berarti
lo menyelesaikan masalah. Sementara,
jalan keluar berarti lo tidak tahu lagi cara untuk menyelesaikan masalah dan
akhirnya memilih meninggalkan masalah itu di belakang.”
Begitulah. Sebagai pencinta
pasta, Nara sangat tahu, ada takaran waktu yang tepat untuk pasta. Walau saat
memasak sendiri, buku resep tak bermakna. Nara harus mencoba mengunyahnya agar
yakin pastanya al dente, matang
dengan pas. Tentang cintanya? Bagaimana Nara merasa dan menyimpulkan cinta mana
yang datang tepat waktu?
Saya suka cara penuturan Vira. Pilihan
kata, ritme, flashback, konflik, dan
penyelesaiannya tak berlebihan, al dente.
Hanya satu hal yang agak
mengganggu saya. Hari gini masih
musim ya YM-an? Hehe. Kata Vira, itu karena asumsi sang tokoh berjauhan. Nara
di Jakarta, dan El di USA. Komunikasi mereka
hanya bermodal alamat surel. Tapi karena kemunculannya dalam cerita hanya 1-2
kali, tak mencolok.
Bagi saya, novel pertama
Helvira Hasan luar biasa. 2 tahun menjadi saat yang tepat untuk merebus
rangkaian kata dalam novel ini, karena hasilnya.... al dente!
Selamat membaca...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar