“Bisnis itu seperti orang mencari pasangan hidup. Saat mencari harus tenang dan setelah menemukan harus fokus, tidak boleh selingkuh,” ungkap Elang.
Elang yang satu ini bukan burung, tapi dia setia menjelajah persada dan melebarkan sayapnya untuk melahap mangsa utamanya, buku. Dr. Elang Ilik Martawijaya, nama lengkap pria kelahiran Cirebon, 27 Pebruari 1967 ini. Posisinya sebagai direktur utama PT IPB Press sejak tahun 2008 melengkapi penjelajahannya di dunia buku selama 20 tahun terakhir.
Elang mengawali karir sebagai karyawan di kelompok usaha perbukuan terbesar di Indonesia, Gramedia. Sebagai karyawan, pria yang selalu tampil sederhana ini dikenal disiplin dan kreatif. 13 tahun bergabung di grup Gramedia, Elang telah merasakan tempaan di 6 perusahaan yang tergabung dalam grup tersebut. Ini keuntungan tersendiri baginya karena pernah mendapatkan kesempatan bekerja di bidang yang berbeda-beda yang semuanya berkaitan dengan buku. Belakangan Elang sering mengatakan dengan nada canda bahwa dia lulusan IPB dan UGM. Mendapatkan gelar doktor di IPB, dan mendapatkan ilmu perbukuan di UGM, Universitas Gramedia Mandiri.
Di sisi lain, pria yang saat SMA dimodali ayahnya untuk berjualan ayam pelung ini punya mimpi ingin mandiri, ingin memiliki usaha sendiri. Sebagai seorang muslim, Elang ingin menekuni profesi Nabi Muhammad saw, pedagang. Diyakininya sebagai pedagang kesempatan menjadi bermanfaat bagi orang lain lebih terbuka dibandingkan seorang karyawan yang mempunyai keterbatasan. Persahabatannya dengan teman-teman dari etnis Tionghoa juga memperkuat motivasinya. Dari mereka Elang belajar bahwa pengusaha mempunyai kebebasan, kebebasan pikiran, finansial, maupun waktu.
Berpadunya kegelisahan dan mimpi membawa ayah tiga putra ini mengambil keputusan besar di tahun 2003. Berhenti dari Gramedia, dan memulai langkah menjadi pengusaha secara total. Berdasarkan pertimbangan atas dua hal utama yaitu peluang yang ada dan potensi diri, Elang memutuskan untuk membuat sebuah toko buku. Tentu saja saat memulai belum berbentuk toko. Hanya sebuah ruangan di kampus IPB Gunung Gede yang disewa untuk berjualan buku bekas. Buku-buku itu pun tidak dipajang, melainkan hanya diletakkan di kardus-kardus besar. Perubahan kondisi yang sangat drastis.
Dengan dukungan penuh Netty Tinaprilla, istri yang juga dosen IPB, Elang maju terus. Kerja keras dan ketekunan selalu membuahkan hasil. Hanya diperlukan satu tahun untuk meningkatkan status dari tempat penjualan buku bekas menjadi sebuah toko buku. Masih sekitar 50 meter persegi luasnya, tetapi sudah menggunakan rak pajangan dan sistem pembukuan yang terkomputerisasi. Untuk pemodalan, Elang mengajak kerja sama 14 orang rekannya sebagai pemegang saham.
Saat ini, Gudang Buku sudah menempati lahan yang lebih luas, sekitar 400 meter persegi. Dan sudah mempekerjakan 20 orang. Ini yang selalu disyukuri Elang, dengan menjadi pengusaha, dia bisa menghidupi banyak orang. Dia ingin ini menjadi amalannya di dunia, amal yang tidak terputus.
Salah satu yang menginspirasinya adalah Sunan Gunung Jati. Di kampung halaman Elang, makam Sunan Gunung Jati selalu ramai dikunjungi peziarah. Keramaian ini menjadi sumber rezeki banyak orang, padahal Sunan sudah wafat lama sekali. Orang masih bisa hidup darinya setelah dia wafat. Ini yang ingin diwujudkannya, menghidupi banyak orang. Mumpung masih hidup. Dengan sistem yang tertata, mudah-mudahan usaha ini masih bisa menghidupi orang-orang itu walaupun kelak dia sudah meninggal. Ini amal saleh yang ingin dia kumpulkan.
Sadar bahwa semua ini hanya titipan dariNya harus diyakini pengusaha, menurut Elang. Kesadaran yang membuat seorang pengusaha tidak hancur dengan kondisi sesulit apapun. Elang pernah mengalaminya. Gudang Buku pernah membuka cabang, yang kemudian bangkrut pada tahun 2005 dengan kerugian sekitar 100 juta rupiah. Kejatuhan yang justru membuatnya segera bangkit. Bukankah yang paling penting adalah berusahanya. Pengusaha harus bersikap seperti tukang parkir. Saat parkiran penuh dia senang, dikelilingi banyak mobil, tapi saat satu persatu mobil itu pergi pun dia tidak merasa kehilangan. Rezeki dia adalah dari menjaga mobil-mobil yang dititipkan kepadanya.
Mempunyai toko buku sendiri juga memberinya kesempatan melakukan aktivitas sosial. Gudang Buku sebagai suatu unit usaha selalu memberi kesempatan magang kepada pelajar di sekitar lokasi, mempunyai anak asuh, dan secara rutin menggelar pengajian.
Elang menyarankan kepada siapa saja yang berniat masuk ke dunia bisnis, hendaknya sudah menetapkan niat ini dari awal, selalu bersikap sederhana, dan usahakan mempunyai tabungan saat masih menjadi karyawan. Seperti yang dilakukannya saat masih di Gramedia, selalu menyisihkan penghasilannya untuk investasi. Sehingga ‘lulus’ dari Gramedia Elang mempunyai 6 buah rumah yang kemudian dikontrakkan sehingga justru menjadi sumber penghasilan tambahan.
Bagi Elang, bisnis itu tidak ada teorinya. Yang penting adalah sikap mental. Fokus pada satu bidang saja, karena dari satu bidang saja pun bisa menjadi bermacam-macam usaha. Contohnya yang dilakukan Elang, usaha yang berkaitan dengan buku. Tidak sekedar mempunyai toko buku, Elang juga mempunyai usaha distributor buku, dia sekarang memimpin sebuah penerbitan, dan sedang menyiapkan percetakan. Selain itu, sejak beberapa tahun terakhir, Elang mendisiplinkan diri untuk menulis satu buah buku setiap tahun. Elang pun sering menjadi pengajar atau pembicara dalam forum-forum tentang buku. Bahkan, gelar doktornya pun diperoleh karena buku, yaitu tentang pengolahan limbah percetakan yang ramah lingkungan.
Obsesi terbesarnya saat ini adalah ingin menjadi orang Indonesia yang paling mengerti tentang buku dari hulu sampai hilir. Ya penulis, pengajar, penerbit, percetakan, distributor, dan lain-lain. Dia ingin, suatu saat nanti, jika orang berurusan dengan buku berarti dia akan berurusan dengan Elang. Semoga.
sukses untuk Elang. Sebuah contoh keperkasaan berusaha seperti burung elang!
BalasHapusSemoga harapan dan cita2 temanku tercapai. amin...
BalasHapus