Bismillaahirrahmaanirrahiim
Tulisan ini menjadi pembuka
catatan saya di tahun 2015. Semoga saya bisa konsisten duduk manis setiap hari,
menulis sebanyak 700-1000 kata tentang apa saja, di tahun ini. Saya ingin mengawalinya
dengan menuliskan beberapa hal ringan dari perjalanan ke tanah suci akhir tahun
lalu, secara berseri.
20-29 Desember 2014 saya
berkesempatan beribadah umroh. Alhamdulillah. Ini kunjungan ketiga saya setelah
haji pada tahun 2000 dan umroh pada tahun 2011. Rencana Allah yang luar biasa,
karena kami bukan orang yang sangat berlebih sehingga merencanakan kunjungan
berkali-kali ke tanah suci. Bisa dibilang, saya selalu menggunakan biro perjalanan sahabat, dalam setiap
kunjungan.
Perjalanan pertama, sering kami
syukuri sebagai buah pencanangan niat yang didengar Allah. Pada tahun pertama
pernikahan, kami melaksanakan rapat-kerja. Bulan madu yang tertunda. Sebuah hotel
melati di Lembang menjadi saksi. Pada selembar kertas HVS kami tuliskan rencana
jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang keluarga. Tentang karir,
pendidikan, anak, dan lain-lain, termasuk rencana menjalankan rukun Islam yang
kelima.
Berhaji ingin kami lakukan
setelah anak bungsu lepas usia balita, atau jika dalam 5 tahun pertama belum
ada anak, haji akan kami dahulukan. Sejujurnya, usai rapat-kerja ini, kami
lupa. Rencana ini tidak secara sungguh-sungguh kami jadikan rujukan. Bahkan kertasnya
saja sempat lupa disimpan dimana.
Menjelang ulang tahun
pernikahan yang kelima, saya membaca berita tentang tersedianya kuota tambahan
haji untuk tahun itu. Tiba-tiba saya teringat rencana keluarga. Saya sampaikan
kepada suami. Diapun bersemangat. Kami kumpulkan biaya yang terserak. Alhamdulillah
cukup untuk.... 1 ONH saja. Mmm... apakah saya saja yang pergi, karena suami
sudah pergi haji sebelumnya. Tapi kan rencana ini untuk pergi berdua. Dilema.
Allah Maha Perencana yang
sempurna. Tiba-tiba ada tawaran pergi haji bagi kami berdua dari orang yang
biasa dibantu pemikiran oleh suami. Jadi kami malah kelebihan dana 1 ONH. Karena
ayah saya dan mertua sudah haji, akhirnya dana ini kami gunakan untuk ONH ibu
saya. Jadilah kami pergi bertiga 4 bulan kemudian.
Sungguh kami bersyukur sudah
menunaikan perjalanan yang wajib. Saat itu belum berlaku sistem antrian haji
seperti sekarang. Kuota haji tambahan diumumkan secara terbuka. Siapa saja yang
bersegera, bisa mendaftar.
Rezeki kami semakin terasa
lengkap ketika di Mekkah kami ternyata mendapat penginapan di apartemen Hyatt,
bersebelahan dengan hotel Hyatt, di daerah Hafair. Tak sampai 1 km ke Masjidil
Haram. Ini perjalanan ONH biasa lho, 40 hari, bukan ONH Plus.
Bahagia dan syukur kami
sempurna, ketika menjelang wukuf, tepat pada hari ulang tahun saya, saya
mendapat kepastian....hamil! Bertahun-tahun kami berusaha untuk mempunyai anak.
Terakhir, dokter bahkan sudah menjadwalkan inseminasi sepulang haji. Alhamdulillah
di tanah suci ini doa kami dikabul. Kontan.
Mungkin karena dapatnya di sana,
saya dan suami bertekad, perjalanan ke luar negeri pertama kali bagi anak kami
nanti adalah ke tanah suci. Pada usia anak 7 s.d. 10 tahun, liburan kami isi ke
berbagai tempat di dalam negeri. Setidaknya anak kami pernah menginjak satu
bagian dari pulau Jawa, Sumatera, Bali, Lombok, Kalimantan, dan Sulawesi.
Menjelang
dia 11 tahun, kami menilai dia sudah cukup besar untuk kunjungan pertamanya ke
luar negeri. Mekkah menjadi tujuan. Semua kami persiapkan. 3 bulan sebelum
rencana keberangkatan, kami sudah daftar ke sebuah biro perjalanan. Seminggu menjelang
keberangkatan, kami ditelepon. Pembimbing umroh kami masuk rumah sakit. Kami bisa
tetap pergi tanpa pembimbing dari sini, atau membatalkan. Kami pilih batal.
Suami saya sempat menanyai
beberapa travel umroh lain. Tak ada yang bisa. Semua memberi alasan sulit
mendapat tiket dadakan pada musim liburan seperti ini.
Dari awal daftar, kami sudah
minta jadwal pulang kami digeser 3 hari, karena akan memenuhi undangan dari
teman suami di Turki. Jadi, karena umrohnya batal, suami mengontak teman
Turkinya yang di Jakarta. Mengabari bahwa kami tak jadi ke Turki karena
umrohnya pun batal.
Ketika dia tahu masalahnya, dia
menawari kami untuk menukar rute perjalanan. Kebetulan saat itu dia sedang di
kantor Turkish Air. Ada 3 kursi untuk pergi dan pulang 9 hari kemudian. Juga
untuk perjalanan dari Turki ke Jeddah pp. Baiklah, satu masalah utama teratasi.
Suami kembali mengontak
temannya pemilik travel. Menanyakan bagaimana pesan kamar hotel di Mekkah. Ternyata,
karena hanya perlu 1 kamar, sangat mudah. Dia memberi nomor kontak mukimin di
sana yang membantu memesankan kamar. Hal serupa dilakukan untuk pemesanan kamar
di Madinah, kepada orang yang berbeda. Semua dapat bantuan dari teman. Bahkan dia
menghubungi satu orang untuk membimbing umroh, dan satu orang lain untuk
menjemput kami ke bandara Jeddah.
Jadilah kami pergi seminggu
kemudian. Oya, visa umroh kami diurus sekretaris suami di kantor. Satu hari
selesai. Tentu ini tak lepas dari hubungan baik kantor suami dan kedutaan Arab
Saudi. Alhamdulillah.
Jika ada yang bertanya umroh
menggunakan travel apa, kami selalu jawab, travel sahabat. Kadang orang
mengernyitkan mata, karena baru mendengar nama travel itu. Ya iyalah, travel
dengan nama itu tak terdaftar. Kami bisa pergi umroh dan mampir ke Istanbul,
semata-mata atas izin Allah, melalui jalan persahabatan.
Persahabatan dari dan dengan
banyak pihak, dan mereka semua menjadikan perjalanan kami sangat menyenangkan.
Perjalanan yang dimungkinkan
karena hubungan pertemanan ini, menjadi benar-benar perjalanan persahabatan
karena secara tak terduga kami bertemu dengan orang-orang yang berkaitan dengan
teman kami.
Di pesawat pergi, kami
bersebelahan dengan keluarga paman teman anak saya. Di pasar kurma, kami
bertemu mas Wahyono, kakak kelas saya di SMA, dengan istrinya, Uceu, teman saya
saat kuliah. Begitu turun dari mobil di Madinah, ada orang yang berdiri di
pinggir mobil, dan itu ternyata teman suami. Di Aya Sophia Istanbul, di bandara
Istanbul, di Mekkah, di Madinah... ada saja teman, atau ngobrol dengan orang
yang ternyata teman atau saudara dari teman kami.
Perjalanan ke tanah suci yang
terakhir kemarin, juga berkaitan dengan pertemanan. Kami tidak merencanakan. Sebenarnya,
jika dilihat dari kapasitas keuangan, kami sedang tidak berlebih. Bahkan,
renovasi yang harus kami lakukan karena rumah dikuasai rayap sedang terancam
tersendat. Biasalah, renovasi tak pernah sesuai rencana. Merembet kemana-mana.
Sahabat suami di berbagai
aktivitas akan menikahkan putrinya yang selembaga dengan suami, di Mekkah. Perjalanan
ini tak hanya sekedar untuk umroh dan menikah, tapi juga sekaligus membuat
rekaman-rekaman materi untuk syiar di salingsapa.com. Jadi untuk suami bisa
dibilang ini perjalanan dinas. Sang putri menawari saya untuk ikut juga, tapi
dengan biaya sendiri.
Pagi itu, yang terpikir oleh
saya adalah... menyapa Allah. Saya ingin berkunjung lagi ke Baitullah. Engkau
lebih tahu bagaimana caranya, begitulah rayuan saya. Dan, Allah memang sangat
tahu caranya. Siang harinya, ada orang yang ingin melihat mobil. Sebulan terakhir
kami memang sedang maju-mundur mempertimbangkan akan menjual mobil atau
meminjam ke bank untuk menyelesaikan renovasi. Orang ini ternyata sangat suka. Keesokan
harinya dia langsung bayar lunas. Alhamdulillah, renovasi bisa kami tuntaskan
tanpa berhutang, bahkan kelebihannya bisa saya pakai untuk ziarah ke Mekkah.
Umroh rasa Innova, hehe.
Perjalanan ketiga ini pun
banyak mendapat nilai lebih karena persahabatan. Di Mekkah, saya sempat bertemu
dengan Martika, sahabat dari SMP yang suaminya bekerja di KJRI Jeddah. Kami makan
malam bersama dan banyak mendapat informasi tentang tanah suci dan kehidupan
sehari-hari masyarakat di sana, maupun WNI yang tinggal di sana. Nyaris saya
hadiri acara pelatihan untuk para TKW yang diadakan Dharma Wanita sana. Sayang
batal karena kendala teknis.
Di Doha, Qatar, saat transit
dalam perjalanan pulang, saya sempat bertemu sepupu, Akmal, yang bekerja di
sana. Dia ikut citytour dengan rombongan kami. Saya pun jadi mendapat informasi
lebih banyak, karena ada tambahan tour-guide.
Salah seorang teman
serombongan, mempunyai sahabat di Mekkah. Dia menjadi jalan kami mendapatkan
pengalaman-pengalaman yang tak biasa di tanah suci. Berkunjung ke peternakannya
25 km dari Mekkah ke arah Thaif, makan nasi mandhi di tampah besar ala arab,
lengkap dengan lalap dan sambal hijau. Di Madinah pun kami diantarnya ke
beberapa tempat yang tak biasa dikunjungi travel.
Salah satunya, kami shalat Isya di masjid Qiblatain. Bertemu orang Indonesia yang tinggal di Madinah di mesjid ini, mengingatkan saya pada putri sahabat saya yang lain, Dessy Ayu Bulan Savitri. Rasanya menantu dia kuliah di Madinah.Saya SMS Dessy. Saat itu di Indonesia sudah malam. Jadi baru dapat kabar keesokan harinya. Alhamdulillah, Yasmin dan suaminya masih di Madinah. Saya sempat ngobrol dengan Yasmin sambil main-main dengan Ayash, cucu Dessy yang berusia 9 bulan, sekitar 2 jam di mesjid Nabawi, sambil menanti Dzuhur. Senangnya...
Salah satunya, kami shalat Isya di masjid Qiblatain. Bertemu orang Indonesia yang tinggal di Madinah di mesjid ini, mengingatkan saya pada putri sahabat saya yang lain, Dessy Ayu Bulan Savitri. Rasanya menantu dia kuliah di Madinah.Saya SMS Dessy. Saat itu di Indonesia sudah malam. Jadi baru dapat kabar keesokan harinya. Alhamdulillah, Yasmin dan suaminya masih di Madinah. Saya sempat ngobrol dengan Yasmin sambil main-main dengan Ayash, cucu Dessy yang berusia 9 bulan, sekitar 2 jam di mesjid Nabawi, sambil menanti Dzuhur. Senangnya...
Begitulah, persahabatan, telah menjadi jalan kunjungan ke tanah suci. Semoga Allah
meridhoi langkah kami. Dan segala kemudahan yang kami dapat dari para sahabat,
menjadi catatan amal baik mereka... Aamiin...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar