Senin, 12 Januari 2015

Umroh1 - Travel Sahabat



Bismillaahirrahmaanirrahiim

Tulisan ini menjadi pembuka catatan saya di tahun 2015. Semoga saya bisa konsisten duduk manis setiap hari, menulis sebanyak 700-1000 kata tentang apa saja, di tahun ini. Saya ingin mengawalinya dengan menuliskan beberapa hal ringan dari perjalanan ke tanah suci akhir tahun lalu, secara berseri. 

20-29 Desember 2014 saya berkesempatan beribadah umroh. Alhamdulillah. Ini kunjungan ketiga saya setelah haji pada tahun 2000 dan umroh pada tahun 2011. Rencana Allah yang luar biasa, karena kami bukan orang yang sangat berlebih sehingga merencanakan kunjungan berkali-kali ke tanah suci. Bisa dibilang, saya selalu menggunakan biro perjalanan sahabat, dalam setiap kunjungan.

Perjalanan pertama, sering kami syukuri sebagai buah pencanangan niat yang didengar Allah. Pada tahun pertama pernikahan, kami melaksanakan rapat-kerja. Bulan madu yang tertunda. Sebuah hotel melati di Lembang menjadi saksi. Pada selembar kertas HVS kami tuliskan rencana jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang keluarga. Tentang karir, pendidikan, anak, dan lain-lain, termasuk rencana menjalankan rukun Islam yang kelima.

Berhaji ingin kami lakukan setelah anak bungsu lepas usia balita, atau jika dalam 5 tahun pertama belum ada anak, haji akan kami dahulukan. Sejujurnya, usai rapat-kerja ini, kami lupa. Rencana ini tidak secara sungguh-sungguh kami jadikan rujukan. Bahkan kertasnya saja sempat lupa disimpan dimana.

Menjelang ulang tahun pernikahan yang kelima, saya membaca berita tentang tersedianya kuota tambahan haji untuk tahun itu. Tiba-tiba saya teringat rencana keluarga. Saya sampaikan kepada suami. Diapun bersemangat. Kami kumpulkan biaya yang terserak. Alhamdulillah cukup untuk.... 1 ONH saja. Mmm... apakah saya saja yang pergi, karena suami sudah pergi haji sebelumnya. Tapi kan rencana ini untuk pergi berdua. Dilema.

Allah Maha Perencana yang sempurna. Tiba-tiba ada tawaran pergi haji bagi kami berdua dari orang yang biasa dibantu pemikiran oleh suami. Jadi kami malah kelebihan dana 1 ONH. Karena ayah saya dan mertua sudah haji, akhirnya dana ini kami gunakan untuk ONH ibu saya. Jadilah kami pergi bertiga 4 bulan kemudian.

Sungguh kami bersyukur sudah menunaikan perjalanan yang wajib. Saat itu belum berlaku sistem antrian haji seperti sekarang. Kuota haji tambahan diumumkan secara terbuka. Siapa saja yang bersegera, bisa mendaftar. 

Rezeki kami semakin terasa lengkap ketika di Mekkah kami ternyata mendapat penginapan di apartemen Hyatt, bersebelahan dengan hotel Hyatt, di daerah Hafair. Tak sampai 1 km ke Masjidil Haram. Ini perjalanan ONH biasa lho, 40 hari, bukan ONH Plus. 

Bahagia dan syukur kami sempurna, ketika menjelang wukuf, tepat pada hari ulang tahun saya, saya mendapat kepastian....hamil! Bertahun-tahun kami berusaha untuk mempunyai anak. Terakhir, dokter bahkan sudah menjadwalkan inseminasi sepulang haji. Alhamdulillah di tanah suci ini doa kami dikabul. Kontan.


Mungkin karena dapatnya di sana, saya dan suami bertekad, perjalanan ke luar negeri pertama kali bagi anak kami nanti adalah ke tanah suci. Pada usia anak 7 s.d. 10 tahun, liburan kami isi ke berbagai tempat di dalam negeri. Setidaknya anak kami pernah menginjak satu bagian dari pulau Jawa, Sumatera, Bali, Lombok, Kalimantan, dan Sulawesi. 

Menjelang dia 11 tahun, kami menilai dia sudah cukup besar untuk kunjungan pertamanya ke luar negeri. Mekkah menjadi tujuan. Semua kami persiapkan. 3 bulan sebelum rencana keberangkatan, kami sudah daftar ke sebuah biro perjalanan. Seminggu menjelang keberangkatan, kami ditelepon. Pembimbing umroh kami masuk rumah sakit. Kami bisa tetap pergi tanpa pembimbing dari sini, atau membatalkan. Kami pilih batal.

Suami saya sempat menanyai beberapa travel umroh lain. Tak ada yang bisa. Semua memberi alasan sulit mendapat tiket dadakan pada musim liburan seperti ini.

Dari awal daftar, kami sudah minta jadwal pulang kami digeser 3 hari, karena akan memenuhi undangan dari teman suami di Turki. Jadi, karena umrohnya batal, suami mengontak teman Turkinya yang di Jakarta. Mengabari bahwa kami tak jadi ke Turki karena umrohnya pun batal.

Ketika dia tahu masalahnya, dia menawari kami untuk menukar rute perjalanan. Kebetulan saat itu dia sedang di kantor Turkish Air. Ada 3 kursi untuk pergi dan pulang 9 hari kemudian. Juga untuk perjalanan dari Turki ke Jeddah pp. Baiklah, satu masalah utama teratasi. 

Suami kembali mengontak temannya pemilik travel. Menanyakan bagaimana pesan kamar hotel di Mekkah. Ternyata, karena hanya perlu 1 kamar, sangat mudah. Dia memberi nomor kontak mukimin di sana yang membantu memesankan kamar. Hal serupa dilakukan untuk pemesanan kamar di Madinah, kepada orang yang berbeda. Semua dapat bantuan dari teman. Bahkan dia menghubungi satu orang untuk membimbing umroh, dan satu orang lain untuk menjemput kami ke bandara Jeddah.

Jadilah kami pergi seminggu kemudian. Oya, visa umroh kami diurus sekretaris suami di kantor. Satu hari selesai. Tentu ini tak lepas dari hubungan baik kantor suami dan kedutaan Arab Saudi. Alhamdulillah. 

Jika ada yang bertanya umroh menggunakan travel apa, kami selalu jawab, travel sahabat. Kadang orang mengernyitkan mata, karena baru mendengar nama travel itu. Ya iyalah, travel dengan nama itu tak terdaftar. Kami bisa pergi umroh dan mampir ke Istanbul, semata-mata atas izin Allah, melalui jalan persahabatan.
Persahabatan dari dan dengan banyak pihak, dan mereka semua menjadikan perjalanan kami sangat menyenangkan. 

Perjalanan yang dimungkinkan karena hubungan pertemanan ini, menjadi benar-benar perjalanan persahabatan karena secara tak terduga kami bertemu dengan orang-orang yang berkaitan dengan teman kami.

Di pesawat pergi, kami bersebelahan dengan keluarga paman teman anak saya. Di pasar kurma, kami bertemu mas Wahyono, kakak kelas saya di SMA, dengan istrinya, Uceu, teman saya saat kuliah. Begitu turun dari mobil di Madinah, ada orang yang berdiri di pinggir mobil, dan itu ternyata teman suami. Di Aya Sophia Istanbul, di bandara Istanbul, di Mekkah, di Madinah... ada saja teman, atau ngobrol dengan orang yang ternyata teman atau saudara dari teman kami.


Perjalanan ke tanah suci yang terakhir kemarin, juga berkaitan dengan pertemanan. Kami tidak merencanakan. Sebenarnya, jika dilihat dari kapasitas keuangan, kami sedang tidak berlebih. Bahkan, renovasi yang harus kami lakukan karena rumah dikuasai rayap sedang terancam tersendat. Biasalah, renovasi tak pernah sesuai rencana. Merembet kemana-mana.

Sahabat suami di berbagai aktivitas akan menikahkan putrinya yang selembaga dengan suami, di Mekkah. Perjalanan ini tak hanya sekedar untuk umroh dan menikah, tapi juga sekaligus membuat rekaman-rekaman materi untuk syiar di salingsapa.com. Jadi untuk suami bisa dibilang ini perjalanan dinas. Sang putri menawari saya untuk ikut juga, tapi dengan biaya sendiri.

Pagi itu, yang terpikir oleh saya adalah... menyapa Allah. Saya ingin berkunjung lagi ke Baitullah. Engkau lebih tahu bagaimana caranya, begitulah rayuan saya. Dan, Allah memang sangat tahu caranya. Siang harinya, ada orang yang ingin melihat mobil. Sebulan terakhir kami memang sedang maju-mundur mempertimbangkan akan menjual mobil atau meminjam ke bank untuk menyelesaikan renovasi. Orang ini ternyata sangat suka. Keesokan harinya dia langsung bayar lunas. Alhamdulillah, renovasi bisa kami tuntaskan tanpa berhutang, bahkan kelebihannya bisa saya pakai untuk ziarah ke Mekkah. Umroh rasa Innova, hehe.

Perjalanan ketiga ini pun banyak mendapat nilai lebih karena persahabatan. Di Mekkah, saya sempat bertemu dengan Martika, sahabat dari SMP yang suaminya bekerja di KJRI Jeddah. Kami makan malam bersama dan banyak mendapat informasi tentang tanah suci dan kehidupan sehari-hari masyarakat di sana, maupun WNI yang tinggal di sana. Nyaris saya hadiri acara pelatihan untuk para TKW yang diadakan Dharma Wanita sana. Sayang batal karena kendala teknis.

Di Doha, Qatar, saat transit dalam perjalanan pulang, saya sempat bertemu sepupu, Akmal, yang bekerja di sana. Dia ikut citytour dengan rombongan kami. Saya pun jadi mendapat informasi lebih banyak, karena ada tambahan tour-guide.

Salah seorang teman serombongan, mempunyai sahabat di Mekkah. Dia menjadi jalan kami mendapatkan pengalaman-pengalaman yang tak biasa di tanah suci. Berkunjung ke peternakannya 25 km dari Mekkah ke arah Thaif, makan nasi mandhi di tampah besar ala arab, lengkap dengan lalap dan sambal hijau. Di Madinah pun kami diantarnya ke beberapa tempat yang tak biasa dikunjungi travel. 

Salah satunya, kami shalat Isya di masjid Qiblatain. Bertemu orang Indonesia yang tinggal di Madinah di mesjid ini, mengingatkan saya pada putri sahabat saya yang lain, Dessy Ayu Bulan Savitri. Rasanya menantu dia kuliah di Madinah.Saya SMS Dessy. Saat itu di Indonesia sudah malam. Jadi baru dapat kabar keesokan harinya. Alhamdulillah, Yasmin dan suaminya masih di Madinah. Saya sempat ngobrol dengan Yasmin sambil main-main dengan Ayash, cucu Dessy yang berusia 9 bulan, sekitar 2 jam di mesjid Nabawi, sambil menanti Dzuhur.  Senangnya...


Begitulah, persahabatan, telah menjadi jalan kunjungan ke tanah suci. Semoga Allah meridhoi langkah kami. Dan segala kemudahan yang kami dapat dari para sahabat, menjadi catatan amal baik mereka... Aamiin...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar