Jumat, 07 November 2014

SUDUT



          Seperti biasa, saat perjalanan pagi menuju sekolah, kami melewati wilayah Bina Insani, sekolah anak saya saat SD. Obrolan beralih ke serunya masa SD. Kali ini tentang guru Matematika sekaligus walikelas di kelas 6. Pak H. Sukarna. Pak Karna contoh guru yang mengajak murid berpikir kreatif. Mungkin, suasana seperti ini juga yang dimaksud oleh Kurikulum 13. Keterintegrasian bahasan.

          Ini topik ulangan. Maksud saya, sudah berulang kami bahas. Tapi selalu seru. Saya mencoba menggambarkan suasana kelas. Beberapa contoh mungkin tidak persis benar, maklum peristiwanya sudah 2 tahun lalu. Sebagian sudah lupa detilnya.



          Siang itu, masa awal kelas 6, pelajaran Matematika yang diajarkan Pak Karna memasuki bab SUDUT. Murid-murid kelas 6E yang sedang menikmati euforia menjadi anak tertua di sekolah, lupa mengingat bahwa masih ada yang lebih senior dari mereka. Guru. Mereka bersama-sama ingin “mengenal’ lebih baik wali kelasnya.

          Di sisi lain, anak-anak kelas 6E ini sudah kompak sejak kelas 4. Jadi, di mata para guru, mereka perlu berbekal materi khusus saat akan masuk kelas. Sabar. :)



Guru      :  Hari ini kita akan bahas tentang SUDUT. Kalian sudah paham kan apa yang disebut sudut?
Murid    :  Tahu, pak. Tapi....apa gunanya kita tahu sudut?
Guru      :  Oh, banyak. Banyak sekali.
Murid ke-1 : Misalnya?
Guru      : Misalnya, di kelas ini saja, kalian tentu melihat banyak sudut. Sudut ruangan, sudut di meja, sudut di lemari...
Murid ke-2 : O iya, ya... Tapi, apa gunanya sudut di pelajaran IPA?
Guru      : Wah, itu justru intinya.. Kalian perlu sudut untuk ukur elevasi/ketinggian gedung, kalian perlu sudut yang tepat saat menarik barang, misalnya.
Murid ke-3  : Baiklah, Pak. Kalau penggunaan Sudut di pelajaran IPS?
Guru      : Penting sekali. Raja-raja di masa lalu jika duduk harus tegak di kursi kebesarannya, membentuk sudut 90 derajat.
Murid ke-4  : Bagaimana kalau di pelajaran agama ?
Guru      : Oh, ini luar biasa. Puncak ibadahnya umat Islam itu di Masjidil Haram. Kita bisa berdoa sepuas-puasnya di salah satu sudut Ka’bah. Khusyuk. Nikmat...
Murid ke-5  : Tapi Sudut tak terpakai di rumah!
Guru      : Kata siapa? Memangnya kalian tak perlu menghitung, seberapa besar sudut yang harus dibentuk ketika duduk di kloset agar saat buang air besar kalian nyaman?
Sebagian murid teriak : Iiiih, Bapak jorok...
Guru      : Lho, ini ilmiah. Kalau sudut lutut kalian lebih besar dari 90 derajat, emang enak b.a.b.-nya?  Begini, mau? *sambil memeragakan posisi jongkok tapi lebih besar dari siku-siku.
Murid ke-6 : Sudut gak mungkin bisa dipakai di pelajaran bahasa Indonesia.
Guru      : O ya? Mau bukti?
*beliau ambil bunga dari vas di meja guru, berlari ke salah satu pojok kelas. Dan, sambil mata dikejap-kejapkan, beliau berpuisi penuh perasaan, “ Di sudut ini aku menunggumu...”
Sekelas pun teriak : Bapak lebaaay......

            Seingat saya, murid kelas 6E ini pun takluk. Tunduk dan hormat kepada Bapak Walikelas yang luar biasa ini. Suasana kelas semakin menyenangkan. Mereka tetap kritis, tetapi mereka tahu, guru selalu selangkah lebih dari mereka. Lebih pandai, lebih paham, dan lebih bijak.

2 komentar: