|
Tanaman Makanan di Pagar |
|
|
|
|
|
Saya sedang kumat. Mengutak-atik halaman. Bertanam aneka sayuran. Seru.
Sejak dulu, saya sudah membayangkan bisa membuat pepes sendiri hanya bermodal beli ikan, Sisanya cukup petik dari halaman. Salam, serai, kemangi, cabe, kunyit, bahkan daun pisang.Ada masa semua itu komplit di halaman, tapi masaknya yang tidak sempat.
Kemudian saya tanam tanaman buah. Pepaya, mangga, pisang, jambu pun tak perlu beli ke pasar Minggu. Bertahun-tahun. Saat pohon-pohon membesar, selain bahagia banyak buahnya, khawatir pun muncul. Akar menyebar. Perakaran pohon kurang lebih akan seluas jangkauan cabangnya. Jika itu dibiarkan, berarti di dalam tanah, akar mulai bertemu fondasi rumah. Bahaya. Selain itu, daun-daun yang gugur diterbangkan angin ke dak di atas dapur. Menutupi saluran pembuangan air hujan. Tidak ketahuan. Efeknya "hanya" lemari dinding bagian atas rusak oleh rayap. Rupanya, sumbatan membuat air tak mengalir pada jalurnya, merembes ke dinding, lembab mengundang rayap dari atap turun ke lemari. Ini proses panjang, dan saya tidak waspada. Nyesek. Bersamaan dengan renovasi rumah, dengan berat hati jambu dan salak dipindahkan ke taman kompleks, belimbing dan mangga ditebang, pepaya mati sendiri setelah tunai bakti. Pisang sempat dihabisi dengan menghibahkan seluruh anakan.
Halaman saya pun berganti penghuni. Tanaman menahun tapi tidak membesar. Anggur, cingcau, jeruk sambal, pandan, suji, salam, serai, temuruw, katuk, lidah buaya. Tidak banyak diperhatikan pun tetap hidup bertahun-tahun.
Kebetulan saja, saya tidak terlalu senang untuk menyengaja menanam tanaman hias. Satu-satunya tanaman hias yang ditanam sendiri dan dipertahankan sejak awal hanya pohon melati. Pagar sekeliling rumah ditanami melati. Saat subur-suburnya, tiap malam bisa panen bunga semangkok penuh. Senang sekali. Memetiki bunga malam hari menjadi kebahagiaan dan refreshing tersendiri mengakhiri hari. Harumnya memenuhi seluruh rumah. Tanaman hias lain ada, sebagai tanda sayang, memelihara pemberian orang. Ada lidah mertua dari teman di depok, pucuk merah dari Parung, bambu cina dan cemara didapat suami lupa dari siapa, dan tanaman batang lupa namanya dari sahabat.
Tahun lalu, saya mulai iseng lagi menyemai-nyemaikan benih. Bermula saat ke pameran inovasi IPB. Salah satu hasil penelitian yang dijagokan akan menjadi produk massal unggulan adalah benih cabai merah temuan prof. Syukur yang dinamai
Anies IPB. Aha, ge-er dong. Merasa nama saya dipakai. Saat saya sampaikan kepada beliau, prof. Syukur menghadiahi saya satu pak benih Anies-IPB isi 200! Wow, senangnya. Apalagi, saat pameran itu, produksi benih ini belum massal, baru unggulan. Justru pameran dilaksanakan untuk mengenalkan kepada publik. Mengenalkan kepada pelaku usaha terkait.
|
Cabe Merah Varietas Anies IPB |
Sepulangnya dari pameran, saya mulai menyemaikan benih. Tak hanya Anies IPB. Ada juga cabe rawit manis dari sahabat keluarga, berbagai varietas cabe merah dan rawit, juga tanaman-tanaman rambat. Koleksi benih direndam dengan pemisahan berdasarkan jenisnya. Saya beri label satu satu. Kemudian dipindahkan ke tempat lain, dikecambahkan. Saya mencoba prinsip kapiler. sumbu kompor digulung seperti obat nyamuk, ujungnya direndam. Sehingga selalu lembab. Benih-benih ditata sesuai varietasnya, Tapi tidak dinamai satu satu. Saya pikir, hafallah. Ternyata, wadahnya tersenggol. Campur aduklah semua! Tahu kan biji cabe? Semua tampak sama! Jadi, persemaian ini dilanjutkan dengan teka-teki. Entah yang ini jenis apa, yang itu varietas apa. Tunggu berbuah saja.
Musibah ini berefek ke motivasi. Saya tidak terlalu semangat lagi. Benih balita pun dibiarkan dewasa sendiri. Bahkan memindahkan ke pot dilakukan bibi. Sampai suatu hari, bibi memberi tahu, pohon cabenya sudah besar-besar. Beberapa ada yang sudah berbuah. Ya ampun! Lupa saya punya koleksi cabe. Saat minta tolong suami bibi untuk rapikan taman, cabe-cabean ini dikumpulkan sepanjang pagar. menggantikan melati yang tinggal satu dua. Kesalahan saya beberapa bulan sebelumnya, membiarkan tukang melakukan regenerasi tanpa diawasi, pohon melati sepanjang pagar tinggal sisa beberapa batang kecil saja. Jadi saya relokasi. Dan sekarang, sepanjang sisi luar pagar, tertanam 25 batang pohon cabe yang entah jenis apa saja, hehe.
Perapian taman membuahkan pagar cantik. Hanya diisi tanaman cabe aneka ukuran aneka jenis. Berbuah banyak. Senangnyaaa... Serasa sudah jadi juragan cabe terbesar se-Indonesia. Sampai tiba-tiba saya menyadari, buah cabe hijau tua dan hijau muda banget ini tak pernah sempat menjadi oranye atau merah. Tak masuk tahap matang. Yang ada, cabe membusuk dan gugur. Sedihlah awak...
Saya bertanya kepada teman suami yang dosen IPB. Eh, malah diberi nomor kontak prof. Syukur, ahli cabe di IPB saat ini. Alhamdulillah. Dan prof. Syukur orangnya asyik. Ringan tangan membantu. Dia minta saya foto cabe-cabe saya. Menurutnya, kemungkinan besar cabe saya busuk sebelum matang karena telur lalat buah. Lalat buah suka bertelur pada buah cabe yang baru muncul. Telur matang bersamaan dengan masa matangnya cabe. Tapi akibatnya, cabe malah jadi busuk karena sudah dipenuhi telur lalat matang.
|
Busuk sebelum memerah |
Solusinya, putuskan rantai siklus hidup lalat. Petik semua cabe yang ada, termasuk yang berjatuhan di tanah. Yang busuk buang. Yang masih hijau, manfaatkan, karena tetap aman dimakan. Saya pun melakukan panen paksa. Dapat sepiring makan. :(
|
Petik paksa |
Sebenarnya prof. Syukur menyarankan langkah berikutnya. Tetapi untuk langkah pencegahan, saya lebih ingin mencoba konsep penggiat halaman organik, pak Suparwan. Menurut beliau, hama wajar tidak usah dihilangkan. Hanya dihambat. Hal ini bisa dilakukan dengan menanam aneka keluarga tanaman dalam satu wilayah. Satu sama lain akan saling mencegah berkembangnya hama yang berbeda. Karena itu, saya pun mulai menyemaikan tanaman-tanaman lain untuk ditanam di antara cabe-cabean tadi.Tetap pada pakem semula, tanaman yang bisa dimanfaatkan. Kemangi, bawang kucai, bayam, kangkung, dan berbagai tanaman rambat seperti terong, kacang panjang, mentimun, dan lain-lain. Saat ini masih dalam masa pertumbuhan. Semoga berhasil.
|
Bermula dari perendaman bibit. |
|
Penyemaian di track semai |
|
penyemaian satuan |
|
Bendera penanda |
|
|
Pot ombre |
|
| | |
|
|
Cetakan bolukukus menjadi wadah polibag semai |
|
|
|
|
|
|
Sudut lain halaman |
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar