Minggu, 02 April 2017

SERUNYA MELAPORKAN SPT TAHUNAN





Akhir Maret tidak hanya masa sibuk bagi pegawai Kantor Pajak, tetapi juga masa rumit Wajib Pajak. Maaf, tepatnya, masa rumit bagi saya saja selaku kokonsultanpajakan (bertindak seperti konsultan pajak 😊 ) dari suami. Sudah bertahun-tahun saya melakukannya dan gak pinter-pinter. Tiap jatuh tempo laporan, tiap kali pula saya harus banyak bertanya.

Setiap tahun ada saja yang saya perlu tanyakan. Setiap tahun pula heboh di detik-detik menuju saat April Mop. Ada kesadaran untuk tidak mepet lapor. Dari awal Januari sudah wanti-wanti ke suami untuk minta bukti potong pajak dari para pemberi kerja. Pada prakteknya, ada saja data yang baru diterima di hari-hari terakhir masa pelaporan. Jadi, tetap lapornya hari terakhir.

Karena berulang dan saya tahu semua orang di Kantor Pajak sibuk pada masa-masa ini, biasanya saya bertanya pada orang-orang yang berbeda antar tahunnya. Beruntung ada beberapa teman maupun saudara yang mengabdi di sana, dengan penempatan di kota yang berbeda-beda. Tahun ini, langkah pertama saya adalah ke loket konsultasi dengan membawa selembar catatan. Saya mencoba menuliskan data yang saya punya, baik itu tentang pemberi kerja, maupun hal-hal lain yang bagi saya kurang jelas. Poin-demi-poin telah saya tanyakan dan merasa yakin kali ini akan lebih mudah mengisi formulir.

Saat tiba waktunya melengkapi data, tetap saja bingung. Saya merasa akan tidak pas kalau data ini masuk ke kolom itu, sesuai arahan pas konsultasi. Saya pun perlu bertanya pada yang mengerti. Tahun ini yang saya ganggu adalah sepupu dan teman kuliah saya. Terima kasih ya bersedia ditambah kerepotannya…

Mengapa isian laporan pajak saya rumit? Sementara, orang lain merasa mudah-mudah saja melakukannya.
Wajib Pajak paling beruntung adalah mereka yang bekerja di satu kantor saja, dengan gaji bulanan, dan tidak punya penghasilan tambahan. Kantor-kantor biasanya sudah membuatkan bukti potong pajak dalam format Formulir 1721-A1. Mereka tinggal mengambil formulir laporan 1770S atau 1770SS di Kantor Pajak. Menyalin data dari 1721-A1 ke halaman pertama formulir laporan. Halaman-halaman berikutnya tinggal mengisi data pribadi dan daftar harta tidak bergerak ataupun penghasilan tidak kena pajak. Selesai.

Pekerja kantoran yang mempunyai penghasilan tambahan, mulai butuh usaha dalam melaporkan SPTnya. Halaman pertama 1770S maupun 1770SS tidak lagi diisi sama dengan data di 1721-A1. Wajib Pajak harus mengisi formulir mulai dari halaman belakang, mundur menuju ke halaman pertama. Mengapa? Karena halaman pertama adalah kesimpulan informasi dari data di halaman-halaman dalam. Tidak perlu khawatir masalah pengisian data di halaman pertama. Di setiap barisnya ada keterangan. Data diambil dari halaman mana kolom berapa, atau dari hasil perhitungan baris yang ini dengan baris yang itu.

Yang sering membingungkan justru karena detilnya formulir tersebut dan kita tidak tahu penghasilan yang ini masuk ke kelompok yang mana. Selain itu, pada lembar potong pajak yang kita terima dan bukan final, ada kolom penghasilan bruto dan kolom dasar pengenaan pajak. Sementara, dalam formulir, ada kelompok penghasilan neto. Apakah dasar pengenaan pajak sama dengan penghasilan neto, tidak begitu saja orang awam paham.

Setelah halaman 2 sampai akhir terisi, beberapa baris halaman pertama tinggal diisi berdasarkan data yang sudah ada. Beberapa baris berikutnya didapat dari hasil perhitungan. Tambah, kurang, kali. Ada unsur Penghasilan tidak kena pajak. Ini harus lihat tabel. Angkanya sudah tetap, sesuai dengan kondisi keluarga. Apakah sendiri, ada istri/suami, dan dari jumlah anak. Sisa pengurangan penghasilan total dan penghasilan tidak kena pajak, akan dikalikan dengan persentase tertentu, sesuai dengan angkanya. Misalnya, jika sisa di bawah Rp 50.000.000, maka pajak yang harus dibayar adalah 5%nya. 



Pengisian Bagian A dari 1770S-I, penghasilan yang pemotongan pajaknya tidak final, akan berakibat tidak nol-nya selisih pajak yang harus dibayar dan yang telah dibayar. Artinya, bisa lebih bayar atau kurang bayar.
Jika kurang bayar, kita harus mendaftar dulu untuk mendapat id-billing, membayar kekurangan itu ke bank atau dari kantor pos, baru kemudian bisa melaporkan SPTnya dengan melampirkan bukti bayar tadi.
Tetapi, jika lebih bayar, jangan harap uang kita kembali segera. Kita harus melaporkan SPTnya dulu. Pihak Kantor Pajak akan memeriksa data kita lebih detil untuk memastikan benar ada kelebihan bayar. Jika benar, baru akan dilaporkan ke pusat untuk dibayarkan. Masa tunggunya tidak 1-2 hari. Tahap pemeriksaan ini yang bisa makan waktu. Data yang diperiksa tak hanya data yang sudah tercantum saja. Akan ditanya juga penerimaan-penerimaan lain yang mungkin sebelumnya tidak kita perhitungkan untuk dilaporkan. Tidak selalu orang tidak melaporkan sesuatu itu karena keinginan menyembunyikan. Bisa saja karena memang tidak tahu bahwa itu termasuk objek pajak.

Karena rumitnya proses pengembalian kelebihan bayar pajak ini, para petugas di lapangan seringkali meminta kita memeriksa ulang data sebelum laporan diterima. Maksudnya baik, agar kita tidak rumit sendiri mengurus pengembaliannya. Kadang mereka menyarankan menuliskan selisih sama dengan nol jika terjadi kelebihan bayar artinya, kita menganggap selesai urusan. Saya pernah mendapatkan hasil perhitungan yang menghasilkan lebih bayar tapi tidak banyak. AR saya waktu itu menyarankan menjadikan nol. Saya mempertanyakan kebijakan ini. Apalagi, 2 petugas sebelumnya menjelaskan cara menjawab yang berbeda sehingga hasilnya adalah kurang bayar. Tapi akhirnya tahun itu saya hanya melaporkan pembayaran pajak dari 1 pemberi kerja yang buktinya dalam format 1721-A1 saja, agar praktis. Toh para petugas juga berbeda pendapat tentang kasus saya.

Tahun berikutnya, pekerjaan suami saya lebih “lepas” lagi. Tidak ada yang bisa diklaim sebagai kantor utamanya. Demi kepraktisan, kembali saya hanya melaporkan 1 instansi yang bukti potongnya sudah dalam format 1721-A1.

Di tahun itulah, 2016, pemerintah menggalakkan Tax Amnesty. Saya sempat degdegan. Tapi saya merasa tidak bersalah. Tax Amnesty kan lebih ke aspek asset. Tentang asset yang kami miliki, datanya tidak ada yang ditutupi. Tahun lalu itu saya hanya tidak melaporkan semua, dan ini berarti ada pajak yang sudah dibayarkan tapi tidak diklaim melalui laporan SPT. Posisi kami jadi seperti memberi sedekah ke negara kan? Hehe.

Tahun ini, saya bertekad melaporkan SPT Tahunan dengan benar. Tidak mengambil gampangnya saja. Dari Januari saya sudah minta suami mengumpulkan bukti-bukti potong pajak ke para pemberi kerjanya. Tetap saja ujung-ujungnya mepet. 31 Maret pagi masih menerima e-mail kiriman file bukti potong pajak.

Awal Maret saya sudah ambil formulir. Baru 30 Maret saya ke kantor pajak dengan bukti potong belum lengkap. Tidak ke loket laporan, tapi konsultasi dulu. Saya sudah membuat daftar informasi. Data yang saya punya apa saja. Saat konsultasi, saya tanyakan data ini diapakan. Masuk kolom mana, tergolong unsur apa, dll. Saat itu saya merasa jelas. Sesampainya di rumah, saya coba isikan. Ternyata angkanya tidak pas. Oya, tahun ini saya ambil formulirnya 1770 karena sifat kerja suami yang “lepasan”. Formulir 1770 ini lebih rumit dari 1770S, menurut saya. Karena mepet dan bingung, saya konsultasi lagi melalui telepon dengan saudara di Pekalongan dan teman di Balikpapan. Terimakasih sekali mereka tetap bersedia membantu walau sedang sibuk.

Ada perbedaan petunjuk cara mengisi. Ini berakibat kebeda jumlah kurang bayar. Dan hari itu saya sudah di batas lelah. Lelah fisik karena beberapa hari terakhir banyak beredar antar kota antar provinsi (sebetulnya hanya antara Bogor Jakarta sih 😊) dan lelah mental karena kesal pada diri sendiri, gak pinter-pinter aja bikin laporan pajak. Jumat siang itu, setelah sepagian antri untuk dapat id-billing, bertanya-tanya, dan berusaha melengkapi laporan di rumah, saya malah tertidur lama. Tubuh tak bisa dipaksa. Niat memejamkan mata 15 menit jadi keterusan berjam-jam. Lalu saya pun menyerah. Tidak menyelesaikan proses pelaporan hari itu.

Saya mau memikirkan yang lain dulu. Apalagi ini akhir pekan. Memasak dan bercengkrama dengan anak dan suami saja. Minggu depan saja saya selesaikan dan laporkan. Biarlah didenda, daripada saya muntah darah, eh muntah pajak. Tapi rupanya sistem masih berpihak pada saya. Gosip perpanjangan masa pelaporan ternyata fakta, bukan hoax. Jadi, saya tidak harus menyelesaikan malam ini. Karenanya, saya bisa menuliskan ini dulu, komitmen 1 minggu 1 cerita.


2 komentar: