Tak ada yang lebih romantis dari hujan pada malam
Jumat. Kita bisa melakukan apa saja bersama "kekasih".
Hanya suara tetes-tetes air yang terdengar. Andante
allegreto berganti-ganti menandai volume dan kecepatan turunnya.
Sudah tak tercium bau tanah basah pertama. Seminggu
berlalu dengan curah hujan tinggi. Polutan yang melayang telah dikebumikan,
dalam arti harfiah. Dijatuhkan ke permukaan bumi. Diserap tanah atau dialirkan
ke laut. Segar saja yang tersisa.
Hujan berkelanjutan juga mengantar dingin. Menusuk
hingga ke tulang. Menembus hati. Mematikan amarah. Damai saja yang ada.
Selimut menjadi kekasih setia merangkai mimpi. Melindungi.
Menghangatkan. Nyaman. Matapun memejam dengan tenang.
Jikapun terjaga, bercumbu dengan Sang Maha terasa jauh
lebih luar biasa.
Saat 7 bagian
tubuh menyentuh sajadah, diri seakan dipeluk-Nya ke dalam samudera bahagia.
Seolah hanya ada kita dan Dia di semesta. Mesra. Tak bosan berlama-lama sujud. Hujan
sebagai suara latar menyempurnakannya.
Sayangnya, bahagia itu kini tak tuntas. Kala terlintas
nasib banyak saudara yang lebih rendah kedudukannya. Ini pun dalam arti
harfiah. Lebih rendah kedudukannya di permukaan bumi. Tempat air mengalir
sampai jauh dan akhirnya ke laut.
Hujan yang banyak tak sanggup diartikan rahmat oleh
mereka. Karena ini berarti peluang banjir menerpa. Banjir yang semakin hari
semakin kerap dan tinggi. Yang biasanya 5 tahunan kini jadi hampir tiap tahun.
Yang tadinya selutut jadi serambut. Meninggi.
Terpuruk di tempat sujudpun menjadi ruang perenungan.
Pantaskah kita bermanja kepada-Nya jika syukur kita belum sempurna? Bukan sekedar tentang buang sampah sembarangan saja.
Banjir ini juga mungkin akibat kita merasa cukup dengan sekedar sujud secara
harfiah.
Sujud kita dalam bentuk penghormatan kepada hukum alam
terabaikan. Syukur kita terlalu vertikal, berhenti di ucap
"alhamdulillah". Syukur horisontal luput dari keseharian. Mengingat
sesama. Ini pun tak bisa sekedar ingatan, perlu tindakan.
Di tingkat individual, kita bisa beri perhatian pada
sampah dan tanaman. Perlakukan mereka dengan benar. Sampah tak dibuang sembarangan. Tanaman, tumbuhkan di
tanah. Sehingga tak sekedar menyumbang oksigen, tanaman membantu menahan air lebih
lama saat hujan. Ini berarti juga, sedapat mungkin sediakan ruang terbuka di
rumah, bebas semen.
Di tingkat pengambil keputusan, kita harap mau memperluas
jangkauan pemikiran, tempat, dan waktu.
Tak sekedar di wilayah jabatannya, dan tak sekedar pada masa jabatannya.
Solusi yang muncul akan lebih kompehensif dan untuk
rentang waktu yang panjang. Hujan pada malam Jumat pun bisa menjadi saat paling
romantis bagi semua orang.
Bogor, 18 Januari
2014