Tentang Novel Tiga Burung Kecil,
produk Clara Ng Book Project
Karya Mikha Ramadewi,
Tjatursari Oetoro, dan Josefine Yaputri
Diterbitkan Plot Point, Maret
2013
Sebuah
perusahaan penerbangan internasional melakukan penerimaan pramugara-pramugari
dengan cara yang tidak biasa. Melalui sebuah kompetisi, dicari calon kru yang
paham isu ramah lingkungan.
Seleksi
berjenjang. Diawali dari tingkat provinsi. Setelah terpilih tiga orang, mereka
berjuang pada tingkat selanjutnya sebagai sebuah tim. Pemenang tingkat
nasional, bersaing lagi di tingkat benua, dan terakhir tingkat dunia.
Bukan
hal mudah untuk lolos tahap lanjutan. Penilaian berdasarkan aktivitas tim,
padahal mereka mendaftar secara perseorangan. Tak saling kenal sebelumnya. Apalagi,
masing-masing ingin menjadi kru pesawat dengan membawa alasan dan masalah
pribadi yang berbeda-beda. Hal itu bertambah dengan masalah baru akibat
interaksi mereka di tim ini.
Pemilihan
lokasi seleksi di tiga tempat indah yang berbeda, melengkapi kenyamanan rasa
pembaca. Penggambaran yang tak berlebihan, memberi ruang imajinasi kita
berkembang. Demikian juga dengan emosi yang tak terlalu dieksploitasi,
menyisakan sisi hati untuk diisi logika.
Tak
banyak yang bisa saya sampaikan dari isi novel. Karena, akan mengganggu
kenyamanan pembacanya kelak jika sudah terlalu banyak informasi dibuka. Kenikmatan
membaca novel kan justru di rasa penasaran atas apa-apa yang akan terjadi di
halaman berikutnya.
Saya
lebih tertarik menyoroti bagaimana penerbangan yang dilakukan “tiga burung
kecil” lain. Para penulis novel Tiga Burung Kecil ini.
Mikha,
TJ, dan Josefine tak saling kenal sebelumnya. Novel ini tanda kelulusan mereka atas kelas tak tatap muka bersama guru
yang tak berdiri tapi sanggup memaksa murid-muridnya berlari. Kelas novel on-line dari PlotPoint dengan senpai Clara Ng.
Seperti
para calon pramugarinya, ketiga penulis ini mengikuti berbagai tahapan untuk
bisa melakukan “penerbangan perdana”, menerbitkan sebuah buku novel. Mimpi semua
peserta kursus! Tahapan yag tak mudah. Maraton menulis, menyatukan nyawa yang
dihidupkan tiga orang berbeda, dan menjaga semangat.
Buku
ini hadir sebagai bukti kemenangan mereka atas pergulatan melahirkan ide,
berkompromi, dan perjuangan menjaga nafas agar tiba di garis finish.
Buku
ini menjadi simbol, Tiga Burung Kecil bisa menerbangkan mimpi di benak
penulisnya agar ide hinggap di kepala khalayak.
Buku
ini bagai mesin pesawat, mempunyai daya angkat tinggi bagi siapa saja. Daya
angkat keyakinan, bahwa kita bisa. Bisa menerbangkan apa saja dalam genggaman,
asal sabar dan konsisten menyusuri landasan. Bagi Mikha, TJ, dan Josefine, pasti.
Bagi kita, juga.
Untuk
saya sendiri, membaca novel ini seperti membaca skripsi karya teman se-dosen
pembimbing. Saya mencoba membedah mundur. Membaca sambil mencatat point dari
tiap bab. Memperhatikan prolog dan epilog. Tuntas membaca, saya coba pahami
plotnya. Dari sana membayangkan bagaimana ide mulai muncul dan
dikembangkan. Tak lupa saya pelajari juga pilihan kata, dan bagaimana efek
kalimat pada pembaca.
Saya
hanya penasaran pada satu hal. Sam dan Odette terinspirasi tiga burung kecil
dari lagu karya Jess. Lantas apa yang menjadi inspirator Jess sehingga lagu itu
tercipta? Sam, Odette, dan Jess adalah tiga tokoh utama di dalam novel.
Jika
burung anis didengar karena kekhasan suaranya dibanding jenis burung lain,
semoga Tiga Burung Kecil memberi kesan khas pada pembaca lain, seperti yang
sudah saya rasakan.
Selamat membaca!